Wednesday, November 7, 2018

Sekilas kulihat seorang ibu bermain dengan anak balitanya di taman bermain,

Sang anak minta ayunannya didorong entah keberapa puluh atau ratus kalinya.

Tiba-tiba sekilas rasa rindu menghunjam tak disangka,
Baru kemarin sepertinya menemani anak-anak bermain setiap hari di taman,

Menemani langkah-langkah kecilnya yang tertatih-tatih di sepanjang trotoar,
Suddenly i missed my little men.
Well, it’s not thay they are already a grown up now 😊
Yang satu masih empat tahun – masih hitungan balita,
Si kakaknya sudah merayakan enam ulang tahun dan sedang asyik belajar membaca.
Tapi keduanya sudah mulai sekolah penuh waktu, senin sampai jumat, pagi sampai sore.

Lucunya jadi ibu, kadang kita ingin agar anak-anak cepat sekolah agar kita punya lebih banyak waktu luang, tapi saat mereka sekolah kita merindukannya.
Kadang ketika liburan sekolah usai, semangat kita ingin membawa mereka kembali ke sekolah, you know what they said about school vacation, it’s pretty much like a bootcamp for mamas. Makanya banyak orang tua berseloroh, “Kita perlu liburan setelah liburan sekolah”. Tapi saat mengantar si kecil ke kelasnya masing-masing dan berucap selamat tinggal, somehow kita masih cari cara mengintip kegiatan mereka dan melakukan “goodbye ritual” yang cukup panjang.

Phew…parenthood, is really a roller coaster 😊
Senang dan capenya itu terasa lahir-batin. Kita bisa dibuat sangat bahagia dan penuh cinta dan di sisi lain jika ada emosi negatif yang muncul, kita bisa dibuat lelah tak terkira. Karena anak bagaimanapun adalah bagian dari diri kita. Secara jiwa memang tidak saling berkaitan, karena jiwa tidak dilahirkan melalui jiwa lain. Akan tetapi ikatan darah adalah sebuah ikatan takdir yang melingkupi kehidupan seseorang. Kita tidak bisa memilih mau memiliki anak yang seperti apa, seperti halnya kita tidak bisa memilih dari orang tua mana kita dilahirkan. Ada sekian banyak rahasia Ilahiyah yang ada di sana dan hikmah yang melimpah.

Melihat sang ibu bermain bersama anaknya. Aku jadi ingat saat hati banyak mengeluh saat lelah mengurus anak-anak dan tak jarang terlontar kata “Kapan kamu gedenya nak?” Nah, sekarang kena batunya. Setiap saat yang ada adalah yang terbaik, dengan tempo terbaik, dan ritme yang paling pas untuk kita masing-masing. Malu aku ya Allah. Mohon maaf atas banyaknya sampah keluhan yang kukeluarkan baik secara lisan, apalagi yang batin. Padahal Engkau selalu memberi yang terbaik. Adalah hamba yang kerap luput melihat kebaikan yang ada karena hawa nafsu dan kurang bersyukur.

Terima kasih telah mengirimkan pesan indah kepadaku siang ini.
Melalui sang ibu dan anaknya yang bermain ayunan.
Aku ingin melayani-Mu dengan lebih baik lagi.
Dengan apapun yang Engkau amanahkan kepadaku per saat ini. Insya Allah.

- Amsterdam, 7 November 2018
Jelang jemput anak-anak dari sekolah di Rabu siang.

No comments:

Post a Comment