Tibanya waktu kematian sudah ditentukan, tidak bisa dimajukan atau dimundurkan barang sedetikpun*. Ada yang dipanggil pulang dalam tidur, di atas ranjang rumah sakit, atau saudara-saudara kita yang Allah panggil dalam sekian rentetan musibah gempa baru-baru ini.
Allah lebih tahu apa isi hati seseorang. Bukan tempat kita untuk menghakimi apalagi menarik kesimpulan dangkal penyebab ini itu karena perbuatan yang membuat Tuhan murka. Karena kita bukan Tuhan. Bayangkan kalau itu menimpa keluarga dan orang yang kita cintai, bayangkan kalau itu menimpa diri kita sendiri. Cukuplah bagi seorang beriman untuk senantiasa mendoakan dan menebar kebaikan, bukan prasangka buruk. Hargai proses dan ketetapan yang Allah turunkan kepada setiap orang, karena itu adalah karya-Nya.
Mursyid saya mengatakan takdir itu suci dan mensucikan. Jika sesuatu telah ditakdirkan terjadi, pastilah ada hikmah serta kebaikan yang banyak di dalamnya. Bukankah Allah itu Maha Baik? Kalaupun belum terjangkau dimana kebaikannya bersabarlah akan datangnya hari akhirat dimana semua hal yang luput dari pengetahuan manusia akan ditampakkan sejelas-jelasnya.
Sebagaimana kita tidak suka dibincangkan dengan buruk oleh orang lain, maka tebarkanlah hanya kebaikan dan keteduhan dari lisan dan jari jemari.
Rasulullah saw bersabda,
“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari no. 13 dan Muslim no. 45)
*”Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya”
QS. Al A’raaf:34
No comments:
Post a Comment