Wednesday, February 5, 2020

Yang namanya manusia akan selalu memiliki kebutuhan hidup. Kita perlu uang untuk makan, untuk mencicil rumah, kendaraan atau untuk biaya sekolah anak dll. Jika kita mengandalkan kemampuan diri dan hitungan pikiran apalagi mengandalkan pinjam sana-sini. Maka sampai mati pun urusan kita hanya gali lubang dan tutup lubang. Manusia akan lelah didera oleh kesibukan yang tak ada akhir dan kebutuhan yang tak ada ujungnya. Akhirnya sebagian besar kehidupannya sibuk hanya mengurus masalah dunia. Hal yang padahal Allah tanggung jika kita beriman dan beramal shalih. Itu kuncinya. “Barangsiapa yang beriman dan beramal shalih, baik laki-laki maupun perempuan, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (hayatan thayyiba)” (QS An Nahl [16]: 97) Kehidupan yang baik itu yang mendatangkan keberkahan, ketenangan hati dan martabat. Tak perlu korupsi, tak perlu mencoreng muka sendiri dengan meminta-minta kepada makhluk-Nya, tak perlu terengah-engah dalam kepanikan memenuhi kebutuhan hidup. Allah mencipta kita semua bukan untuk itu. Dibalik keadaan keuangan yang selalu kurang, coba bercermin. Barangkali itu proses pembersihan, karena kita dulu pernah khilaf melakukan “mark-up” pembelian barang, pernah bohong dan membuat kuitansi palsu dalam perjalanan dinas, pernah menerima uang suap, pernah berbohong saat menjual sesuatu, pernah terlalu mengandalkan seseorang untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya – itu menjadikan tercorengnya aqidah kita kepada Allah Ta’ala Sang Pemberi Rezeki. Seperti halnya orang yang sakit, tubuh butuh proses untuk sembuh. Sakitnya jiwa seseorang karena memakan harta yang tidak halal pun perlu waktu untuk berproses. Tidak pada tempatnya seseorang mengecam Allah dengan berkata “Aku sudah sedekah sekian banyak, katanya dibalas sekian kali lipat, tapi mana hasilnya?!” Bisa jadi balasannya itu berupa pembersihan hati dan jiwanya yang belepotan dengan dosa. Karena Allah sayang kepada hamba itu sehingga disucikan dia di dunia ini dengan menempuh sebuah kesulitan dalam kehidupan. Jadi, sejatinya yang namanya kebutuhan hidup akan selalu dibuat ada. Agar kita tawakalnya seratus persen kepada Allah. Bukan kepada gaji yang dinanti di akhir bulan, bukan kepada deposito atau tabungan, bukan kepada laba usaha atau handai taulan yang biasa bisa diandalkan untuk sekadar memenuhi kebutuhan kita dan keluarga. []

No comments:

Post a Comment