Saturday, April 11, 2020

Saya menduga kata "mati kutu" ada hubungannya dengan ungkapan yang muncul di literatur Amerika bagian Selatan di awal tahun 1900-an. Orang daerah Dallas misalkan biasa mendengar seseorang yang sangat lamban dikatakan sebagai, "It's like dead lice dripping off you." Segitu lambannya sampai diasosiasikan dengan kematian. Dan kutu itu parasit, dia hanya bisa hidup selama inangnya juga hidup. Dengan kata lain mati kutu adalah keadaan ketika tempat berpijaknya berakhir, kiamat. Musnah. Maka matilah pula ia.

Orang dalam keadaan mati kutu itu menggambarkan sebuah ketidakberdayaan yang mutlak. Sebagaimana kutu tak bisa hidup kecuali di atas badan jasad hidup, maka kehidupan kita pun sebenarnya ditopang oleh Yang Maha Hidup. Yang selama ini kita acuhkan. Yang selama ini kita persekutukan. Yang selama ini kita jarang memalingkan wajah kepada-Nya.

Dulu, ada di Mesir. Allah mempertontonkan sebuah peristiwa dahsyat ketika seluruh rakyat dibuat mati kutu oleh serangkaian peristiwa bencana alam. Kejadiannya diawali dengan deklarasi Fir'aun sang penguasa Mesir saat itu yang teriak dengan pongah , "Bukankah aku Tuhan seluruh alam?" Dan Sang Tuhan yang sejati kemudian "mengundurkan diri" dari beberapa fungsi pengaturan alam. Seakan berkata. Baik kalau kamu memang yang benar-benar mengatur alam. Maka Dia lepaskan satu persatu pengaturannya. Dan walhasil satu persatu wabah berdatangan. Mulai dari wabah yang dikira oleh para pakar saat itu sebagai gangguan keseimbangan ekosistem karena belalang, kutu dan katak bermunculan secara aneh.* Hingga wabah yang otak mereka sudah mentok habis untuk memikirkannya. Yaitu ketika air sungai dibuat menjadi darah. Doesn't make any senses isn't it?

Tapi hidup itu memang begitu. Sebagian besar malah "doesn't make any sense". Bukankah sering kita mendengar orang terkesiap melihat berbagai fenomena yang di luar nalar sambil berkata, "kok bisa ya?" Iya bisa. Karena banyak hal yang menopang kehidupan justru sesuatu yang tidak bisa kita persepsi. Makanya ciri orang taqwa adalah yang beriman kepada kegaiban. Bukan masalah percaya klenik. Itu mah dunia gelap. Tapi gaib artinya tak tertangkap oleh indera jasad. Akan tetapi ia bisa diraba oleh indera batin.

Dengan kata lain kegaiban melatih kita untuk mengasah indera yang lebih dalam. Seperti halnya kita dipaksa berpikir dalam dan strategis untuk menghadapi koronavirus yang menurut mata biasa kita "gaib". Dia hanya bisa dideteksi dengan alat dan metoda tertentu. Kehadiran makhluk "gaib" ini sontak membuat dunia lumpuh. Tapi sebagaimana kegelapan yang hadir agar kita bisa mengenal terang. Maka ketidakberdayaan yang syariatnya dikondisikan melalui kehadiran makhluk Tuhan yang mulia ini ada agar potensi batiniyah kita melejit. Agar kita tidak mati kutu dibuatnya. Semoga...

*Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak dan darah (air minum berubah menjadi darah) sebagai bukti-bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.

QS Al A'raaf : 133

No comments:

Post a Comment