Saturday, April 4, 2020
Iman memerlukan dua pasang mata.
Mata yang bisa melihat dan mata yang tak bisa melihat.
Mata lahiriyah tidak bisa melihat iman, butuh mata batiniyah untuk melihatnya. Sebagaimana akal lahiriyah kesulitan untuk membaca kehendak-Nya, dibutuhkan akal jiwa untuk paham pengaturan takdir Ilahiyah.
Sebagaimana selubung kelopak mata diperlukan untuk melindungi mata, maka kegelapan dunia diperlukan agar penglihatan kita tidak dibuat buta oleh intensitas cahaya yang terlalu terang.
Orang bilang, “Take the leap of faith”
Lompatan keimanan hanya berlaku saat hidup dihadapkan dengan kegaiban.
Gaib akan jatah usia kita, gaib akan apakah kita bertemu jodoh kita di dunia ini atau nanti di alam lain, gaib akan bagaimana pertolongan Allah akan hadir di saat kesempitan hidup terasa mulai menyesakkan dada.
Di saat-saat genting itulah jiwa tengah dipaparkan pada “Hari Raya”-nya. Ketika ia merasakan lagi dengan kesegaran yang tiada tara bagaimana pertolongan Allah datang di luar dugaan kita. Bagaimana kesempitan menjadi longgar karena hal yang tidak kita mengerti. Betapa kehidupan mudah diputarbalikkan oleh-Nya dalam sesaat.
How fragile we are…
Firman-Nya, “Aku bersama hati hamba-Ku yang remuk.”
Remuk oleh ujian kehidupan. Remuk oleh kekecewaan. Remuk oleh kesedihan. Remuk seremuk-remuknya. Dan setelah itu Dia akan melekatkan kembali setiap pecahan hati. Dibentuk menjadi hati yang lebih baik. Hati yang lebih mengimani-Nya. Bukan mengimani tuhan-tuhan palsu.
Raihlah kegaiban hari ini. Ketidaktahuan masa depan. Ketidakpastian hidup. Inilah jalan yang baik untuk pertumbuhan jiwa.[]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment