Friday, June 11, 2021

 Bohong 'Kecil'


"Sori, aku telat datang soalnya macet di jalan." (Alasan klise)

Padahal seandainya dia tidak terlambat pergi tentu dia masih bisa menepati janjinya.


"Maaf Boss, bulan ini sepi order karena masih lockdown." (Mungkin alasan klise lain dengan menyalahkan situasi)

Padahal dia kurang bekerja keras mengejar target yang ada.


"Ayo cepat pergi! Mumpung yang jual lupa menghitung."

Ketika melihat kesempatan bisa nyolong secara halus.


Atau kebohongan klise lain dari orang tua yang mengajarkan tidak baik kepada anaknya. "Bilang Papa/Mama sedang tidak di rumah ya nak!"


Dalam keseharian tidak jarang seseorang tergelincir melakukan  kebohongan-kebohongan kecil yang kalau ditelusuri jauh salah sumbernya adalah karena kekurangmampuan untuk mengambil tanggung jawab. Contoh melempar kesalahan kepada situasi macet atau lockdown di masa pandemi, alih-alih mengakui kekurangan diri. Atau didasarkan karena adanya potensi sifat tamak dalam diri, yang hal itu akan tertampakkan begitu ada peluang di depan mata. Bisa berupa peluang kecil-kecilan seperti si Abang Bakso lupa menghitung minuman lalu si pembeli ngeloyor pergi pura-pura tak tahu. Atau kasir di supermarket lupa scan satu barang dan yang beli tahu itu belum dibayar tapi toh dimasukkan juga ke dalam kantung sambil bilang "lumayan gratis!" - na'udzubillah padahal barang itu jadi bersifat barang curian dan akan membawa celaka.


Atau orang tua yang mencontohkan berbohong kepada anak ketika ada tamu yang tak diharapkan barangkali, alih-alih bersikap ksatria mengambil tanggung jawab menghadapinya ia malah bersembunyi laiknya seorang pengecut di balik ketiak anaknya sendiri.


Bohong-bohong kecil yang terlontar itu sebenarnya tanda bahwa di titik itu sedang tidak ada cahaya iman dalam hati seseorang.


Pernah ditanyakan kepada Rasulullah S.A.W, “Mungkinkah seorang Mukmin itu pengecut?”. ”Mungkin,” jawab Rasulullah. 


“Mungkinkah seorang Mukmin itu bakhil?”. ”Ya, mungkin,” lanjut Rasulullah. 


"Mungkinkah seorang Mukmin itu pembohong?”. Rasulullah S.A.W menjawab, “Tidak!”.”


(Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam al-Muwatta’ & Imam al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman)


Berbohong pada hakikatnya adalah sebuah kekufuran. Ia menjadi hijab yang menghalangi cahaya Allah agar dapat menerangi hati. Mungkin ia merasa itu hanya bohong kecil, tapi adab seorang hamba adalah tidak membeda-bedakan bobot sebuah dosa, karena yang Maha Mengetahui apakah sebuah dosa itu besar atau kecil adalah Allah Ta'ala.


Jika kita menyadari masih memiliki kecenderungan untuk melakukan bohong-bohong kecil seperti itu, mulailah beristighfar. Karena Rasulullah saw melarang bahkan berbohong dalam candaan. Demikian ketatnya beliau menuntun umatnya agar senantiasa lurus lisannya. Karena lisan itu merupakan cerminan hati. Lisan yang bengkok cermin hati yang belum ikhlas mencari Allah Ta'ala, dia masih tengok kanan-kiri dan tertawan oleh sesuatu selain-Nya.


Dengan istighfar yang disertai shalawat dan taubat semoga Allah Ta'ala berkenan mencabut sayyi'ah (sifat-sifat buruk dalam diri) dan menggantinya dengan sifat-sifat yang baik (hasanah). Aamiin...

No comments:

Post a Comment