Saturday, June 12, 2021

 Deep Listening


Kadang, sebagai orang tua kita diuji staminanya untuk mendengarkan sekian banyak pertanyaan atau cerita si anak yang tak jarang kita anggap "gitu-gitu aja". Apalagi misalnya kalau si anak hendak bercerita saat saya tengah mengikuti meeting online atau sedang mendengarkan pengajian. Rasanya upaya mereka untuk kontak dengan kita dengan sekadar ingin memperlihatkan satu cuplikan video lucu atau mengajukan pertanyaan dianggap sebagai sebuah gangguan semata. Dan itu tidak benar. Hati nurani saya mengatakan bahwa seharusnya saya bisa merespon dengan lebih baik terhadap apa-apa yang mereka ingin sampaikan.


Biasanya saya hanya mendengarkan ala kadarnya, jika sedang sibuk mengikuti sesuatu. Dalam ilmu komunikasi itu dinamakan "cosmetic listening", yaitu kelihatannya saja kita ngangguk-ngangguk atau bilang "iya...iya..." tapi pikiran apalagi hati kita sedang jauh dimana. Anak akan merasa kalau kita setengah hati mendengarnya. Dan tanpa kita sadari respon abal-abal yang kita berikan itu akan membuat dirinya merasa tidak begitu dihargai dan akan berpengaruh kepada percaya dirinya.


Tingkat kedua dari mendengarkan adalah "conversational listening", dimana kita mulai menjejak di percakapan itu dan bisa memberikan respon yang lebih baik, tidak sekadarnya.


Ada tingkat yang lebih lagi dari sekadar "conversational listening", skill yang biasa kita keluarkan dalam percakapan pasar, saat bertemu orang tua lain saat menjemput anak dsb. Yaitu "active listening", dimana kita tidak sekadar mendengar untuk bisa meresponnya, tapi lebih fokus dengan apa yang lawan bicara kita katakan, bahkan merekam fakta-fakta penting di dalamnya."


Tapi, seorang pendengar yang ulung akan terus bergerak jauh. Ia akan melakukan "deep listening" dengan mengkondisikan dirinya, jiwa-raga sedemikian rupa untuk terpusat pada sang pembicara.  Dengan cara mendengarkan tingkat terdalam seperti ini, maka kita tengah membuka jalur hati dengan sang pembicara. Tidak hanya merespon dengan pikiran tapi membawanya ke tataran yang lebih dalam, yaitu mempersepsi dengan hati. Tentu hal yang tidak mudah, dibutuhkan situasi yang kondusif untuk melakukannya. Tapi setidaknya kita tahu bahwa mendengar itu bukan sekadar mempersepsi dan merespon kata-kata.

No comments:

Post a Comment