Sunday, June 27, 2021

 

Lisan kita berkata “laa ilaa ha ilallah”

Tapi saat kesulitan hidup datang menerjang yang lebih kita andalkan adalah bantuan orang lain. Lalu jika yang kita andalkan tidak memenuhi harapan kita, amarah kita meluap kepada yang bersangkutan. Maka tenggelamlah kita dalam pusaran arus di samudera kehidupan yang dalam. Menggapai-gapai segenap ciptaan-Nya yang sebenarnya tak berdaya memberikan bantuan apapun tanpa Dia izinkan.

 

Lisan kita berkata “Allahu Akbar!” Lantang sekali.

Tapi saat ego diri terasa disinggung, yang lebih besar adalah amarahnya. Tuhan seakan tenggelam dalam amukan deru ombak keganasan diri sendiri yang seakan ingin melahap dan menerjang apa saja yang ada di hadapannya.

 

Lisan kita berkata “Alhamdulillah”, terutama saat mendapat kesenangan – yang biasanya terkait dengan kesenangan dunia yang mengenyangkan hawa nafsu dan syahwat.

Tapi saat Tuhan yang sama mengirimkan sakit, duka cita, kekurangan, keterlambatan, maka lisan kita kelu untuk mengucapkan kata syukur yang sama. Bukti bahwa kita masih memilah-milah pemberian dari-Nya, alih-alih melihat tangan yang menyampaikan itu semua.

 

Kalau kita boleh jujur dan bercermin ke dalam diri, betapa sering kita berkhianat kepada-Nya. Betapa banyak kita mengucapkan kata-kata sakral yang membawa nama Allah tanpa kita pahami maknanya bahkan seenaknya dilanggar sendiri.

Untung Allah Maha Penyabar. Level kesabarannya jauh tak terhingga dibanding kesabaran kita yang setitik atom dan tak terlampau kuat menahan derita. Sehingga walaupun kita berkali-kali mengucap kata-kata itu dan berkali-kali pula melanggar ucapan kita sendiri. Dia akan senantiasa berkata, “Datanglah…datanglah wahai hamba-Ku…walaupun beribu kali kau melanggar sumpahmu. Tapi datanglah lagi, datanglah…”

 

No comments:

Post a Comment