MENYAPIH KETERGANTUNGAN
Seorang bayi terlahir di dunia ini tidak membawa apa-apa.
Semua rezekinya dihadirkan, lahir dan batin.
Kemudian ia tumbuh menjadi dewasa dan menjadi tergantung kepada berbagai hal.
Tergantung kepada orang tua.
Tergantung kepada pasangan.
Tergantung kepada pujian manusia.
Tergantung kepada gaji dan penghasilan tetap.
Tergantung ini dan itu.
Jika ia orang yang Allah rahmati. Maka satu persatu ketergantungan kepada selain-Nya itu akan dilucuti.
Mekanismenya macam-macam.
Hartanya dibuat berkurang, pangkatnya hilang, posisi tingginya di masyarakat dibuat runtuh, tubuhnya dibuat sakit, apapun itu sehingga manusia mulai mendongak ke atas.
Mulai meminta tolong kepada Yang Maha Kuasa.
Mulai menyadari keterbatasan diri.
Mulai mengakui kekuasaan-Nya yang tak terhingga.
Bagai bayi yang meronta saat awal disapih.
Manusia yang diputus dari kebergantungannya akan merasa gelisah dan resah. Hidup terasa sulit dan menghimpit.
Di saat itu, tak ada yang sebenarnya mampu menyejukkan hati kecuali dzikrullah.
"Ingatlah, hanya dengan dzikrullah hati menjadi tenteram" (QS Ar Ra'd:28)
Apapun duka nestapa dunia hanya terjadi sesaat dibanding derita di alam-alam berikutnya.
Ini sebuah pengetahuan tinggi. Bagi siapa yang menyadari. Bahwa kesulitan dan kesempitan yang dia tanggung di dunia ini sungguh sebuah pertolongan besar dari-Nya.
Pada akhirnya, apa-apa yang hilang dari kita akan dikembalikan.
Apa yang belum tercapai akan disampaikan.
Apa yang tak terkabul akan diberikan.
Bagai bayi yang menangis saat ia lapar.
Rezekinya selalu tercukupi.
Itu ayat kehidupan.
Bukti bahwa Dia ada.
Dia yang sebenarnya merawat si bayi, melalui tangan-tangan oran tua dan sekitarnya.
Dan Tuhan yang sama yang merawat kita sejak dalam kandungan sampai lahir dan dewasa sama kuasanya merawat kita sampai kapanpun.
Tali pusar yang memberi makan janin dalam rahim pada hakikatnya selalu ada.
Kehidupan bukanlah sebuah ajang liar tanpa pengaturan Ilahiyah.
Rezeki itu dikadar, itu jika kita beriman pada qadha dan qadar.
Karenanya tak perlu resah dan gelisah masalah pengaturan rezeki.
Baik itu yang berbentuk pekerjaan, rumah, jodoh sekolah anak, sampai rezeki batin seperti ilmu, nur ilmu dsb.
Jika memang kita sudah layak mendapatkannya semua akan berdatangan dengan sendirinya.
Seperti laiknya seorang anak 3 tahun tak mungkin akan diberi hadiah berupa motor. Semua pemberian Tuhan menyesuaikan kemampuan akal yang menerimanya.
Maka tatkala sesuatu karunia belum tiba, jangan salahkan Sang Pemberi hujan, tapi sadari bahwa ada sesuatu yang menahan karunia itu untuk turun.
Sesuatu yang menghalangi rezeki kita adalah ketergantungan-ketergantungan itu sendiri.
Berhala-berhala yang sekian lama bercokol di dalam hati tanpa kita sadari.
Dan Tuhan terlanjur terlalu sayang kepada kita.
Dia hanya ingin melihat kita bahagia. Dengan kebahagiaan yang sebenarnya. Bukan kebahagiaan semu dan palsu dengan beragam berhala yang hanya bersifat sesaat.
Maka satu per satu berhala itu ditiadakan.
Seperti Ibrahim yang membabat habis bermacam patung berhala yang ada di dalam Ka'bah.
Kita tengah disapih. Agar tidak lagi bergantung kepada 'susu'.
Sudah saatnya memakan makanan lain agar pertumbuhan jiwa kita optimal.
Dan sebagaimana halnya sebuah episode penyapihan, akan terasa menyakitkan di awal waktu. Tapi itu hanya sementara. Biarkan si hawa nafsu berteriak sesaat.
Demi kebaikan jiwa kita.
Demi keselamatan hati kita.
Agar kita kembali dengan nafs muthmainnah.
Aamiin <3
No comments:
Post a Comment