Tuesday, July 12, 2022

 STEREOTYPING


Makna "stereotyping" berdasarkan kamus Britannica adalah: to believe unfairly that all people or things with a particular characteristic are the same.

Jadi percaya bahwa semua hal yang memiliki karakteristik tertentu adalah sama. Misal, semua orang yang berjanggut tebal pasti teroris. Semua orang yang berkulit putih pasti kaya. Dsb.

Stereotyping adalah perilaku memukul rata. Semua yang punya ciri tertentu pasti ini dan itu. Tentu tidak akan akurat dan secara logika kita paham bahwa memiliki pemikiran seperti itu tidak benar. Tapidalam kehidupan sehari-hari, kadang kita terjatuh pada perilaku "stereotyping" secara tidak sadar. Biasanya karena ada jejak-jejak memori pengalaman sebelumnya baik itu yang menyenangkan atau menyakitkan. Cara otak kita bekerja memang cenderung memilah-milah. It's a survival mechanism. Tapi, manusia lebih dari sekadar impuls neuron-neuron otak. Kita punya nurani. Sesuatu yang daya tembusnya jauh melebihi kemampuan nalar.

Saya mau berbagi pengalaman saya terjebak pada perilaku stereotyping ini.

Diawali satu minggu yang lalu saya menghadapi beberapa klien orang kulit hitam yang kasar perilakunya. Saya harus menahan diri kuat-kuat agar tidak ikut terbawa emosi. Tidak hanya satu-dua masalahnya. Berkali-kali kebetulan saat menghadapi orang kulit hitam tidak enak interaksinya.

Oke. Satu minggu berselang.
Saat saya hendak memarkir sepeda di depan supermarker, ada seorang perempuan kulit hitam tak jauh dari tempat saya berdiri. Penampilannya kusam, tidak sedap dipandang mata. Saya lihat dia berusaha meminta uang dari orang yang lewat. Begitu saya melintasinya dia pun menyapa saya "How are you?" Saya menunduk, tidak menjawab. Dalam sekian detik otak primitif saya berkata, "Orang hitam. Get away from her!" Karena sel otak masih menyimpan memori tentang pengalaman sebelumnya. Saya menggelengkan kepala memberi sinyal bahwa saya tidak mau memberi apapun pada dia.

Selang sekian langkah, suara hati nurani saya mulai mengencang. Sedemikian rupa hingga ketakutan saya yang mewujud menjadi pola steretyping itu mulai melemah. Nurani saya mengatakan agar saya kembali dan memberikan apapun uang yang ada.

Saya coba melangkah kembali dan dia sudah raib. Seperti hilang ditiup angin. Tanpa jejak.
Deg!
Disitu hati saya menyesal sekali. Menyesal telah mendengarkan rasa takut saya dibandingkan menjulurkan tangan. Menyesal telah kehilangan saat beramal. Dan kesempatan yang hilang tak akan pernah kembali lagi sampai kiamat. saya hanya istighfar banyak-banyak dalam perjalanan pulang.

So you see. Kita kadang bisa membenci sesuatu, tak suka akan sesuatu, atau terlalu menyukai sesuatu. Tapi kalau diamati lagi kebencian dan kecintaan itu tidak rasional. Sesuatu yang berakar dari pengalaman masa lalu kita. Bisa jadi masa lalu itu berorde tahunan hingga ke masa kecil. Atau dalam kasus saya semua pengalaman ini baru terjadi dalam hitungan 1 minggu.

Sesal memang selalu terjadi di belakang...

No comments:

Post a Comment