Wednesday, May 28, 2025

 Saya punya sepetak ruang ajaib yang bisa diakses dimanapun. 


Kalau sedang pusing dengan urusan keluarga atau pekerjaan, saya lari ke ruang ini dan mendapatkan ketenangan yang menyejukkan hati.


Saat sedang sedih atau tidak tahu harus berbuat apa, saya akan memasuki ruang spesial ini dan urusan senjelimet apapun itu akan terurai dan akhirnya berlalu dengan sendirinya. 


Manakala bingung menetapkan arah atau menanti sesuatu arahan dari-Nya, di ruang ini kerap saya mendapatkan suatu pencerahan yang ajaib.


Maka kalau ada yang bertanya, “kok bisa mbak melakukan ini dan itu? Kok bisa melalui ini dan itu?”  Saya sendiri tak tahu apa jawabannya, selain saya mengandalkan shalat dalam mengarungi kehidupan. Sebab ini adalah saat khusus saya untuk menyambungkan diri kepada-Nya. Ruang untuk menyambut kehadiran-Nya. Dan rasanya hanya dengan kehadiran kuasa-Nya semua itu bisa berjalan. Seringkali dengan ajaib. Ketap kali lewat hal yang tak terduga. 


So yes, shalat adalah modal dan andalan saya menghadapi apapun ragam kehidupan. Saat sedih dia bisa menjadi penguat diri dan saat dalam kesenangan dia bisa menjadi pengingat bahwa semua akan berlalu. That this too shall pass…


Amsterdam, 12 Mei 2025 /  14 Dulqo’dah 1446

Saat menunggu mobil yang sedang cek APK berkala.

One day at a time

 One day at a time

One step at a time

One breath at a time


Don't rush things. Ojo kesusu. 

Almarhum Mursyid saya berpesan, "Kalau suluk jangan ngoyo". 

Menjalani hidup itu tidak perlu dipaksa-paksakan. Jangan memaksakan agenda pribadi, karena kita tak berdaya berhadapan dengan takdir Allah. Bukan berarti tidak boleh usaha, tapi mesti tahu batasannya. Tahu diri, bahwa kita hanya hamba yang bisa ikhtiar tapi tidak boleh bertolak pinggang sok jagoan menentukan hasil akhir. Karena kita tidak tahu apa yang terbaik bahkan buat diri kita sendiri. 

Diwajibkan atas kamu berperang. Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagiu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.  - QS Al Baqarah [2]: 216.

Kita yang berhajat ingin cepat lulus.

Kita yang pengen cepat-cepat nikah. 

Kita yang berhasrat ingin cepat punya anak. 

Kita yang berambisi ingin cepat naik pangkat.

"Lebih cepat lebih baik" begitu jargonnya. Lalu kata siapa itu lebih baik? Kalau kita merenungi lagi ayat di atas, ternyata ide "itu lebih baik" bisa jadi sesuatu yang amat buruk. Sebuah ironi yang menyayat hati. 

Maka lepaskan ambisi ingin bercepat-cepat. Tak perlu juga jadi sengaja berlambat-lambat. Bergerak secara natural saja dari hari ke hari, dari saat ke saat. Mengalir ke hal-hal yang Allah mudahkan. Lalu tentang esok hari? Ssst, diamlah pikiran! Biar esok hari dipikirkan besok saja. Apalagi minggu depan atau bahkan bulan depan! Jangan berpanjang-panjang angan. Siapa tahu malah ajal menjemput lebih dulu. Yang penting kita sudah ikhtiar dengan optimal dan menggunakan akal logika dan segenap kemampuan yang Allah berikan dan kesempatan yang Allah bukakan untuk menata hidup sambil menjaga hati agar tidak terseret keluar dari saat ininya. Agar kita menjadi hamba-Nya yang bersyukur.[]

Amsterdam, 28 Mei 2025 / 1 Dzulhijjah 1446 H 


Tuesday, May 27, 2025

Perbedaan Bahasa Cinta

 Saya tumbuh dalam asuhan kedua orang tua yang (hampir) tidak pernah berkata "I love you" atau "Mama/ Papa sayang kamu". Kalimat itu hanya saya dengar di film Hollywood atau sinetron. Saya tidak sedang mengeluhkan hal ini, hanya menyadari bahwa setiap orang punya bahasa cintanya masing-masing. 

Memang Mama saya tidak pernah berkata "I love you", tapi saya merasakan kerenyahan cinta dan kasih sayang setiap kali beliau menyuapkan makanan ke dalam mulut saya. Bahkan sampai saya kuliah, kadang saya masih disuapi kalau makan. Saya mencium aroma cintanya di setiap masakan yang dia masak khusus untuk saya atau karena ada permintaan dari saya. Food is my mother's love language. 

Papa saya beda lagi. Love languagenya adalah dengan banyak mendampingi saya dalam hampir setiap kegiatan. Beliau yang menjemput saya setiap pulang sekolah atau pulang les di sore kadang jelang malam.  Beliau yang mengantar dan menunggu saya les Fisika di Jalan dr. Curie Bandung, les Bahasa Inggris di jalan Buah Batu, les komputer di Jalan Braga, bimbingan belajar di daerah Dago. Just being there was my father's love language. 

Dan kalau kita telusuri ke perjalanan hidup masing-masing, semua bahasa cinta itu adalah sebuah bentukan dari sebuah proses yang berlangsung lama. Dari interaksi orang tua kita dengan orang tuanya sendiri juga. Dengan memahami hal ini, kita bisa menjadi lebih berempati dan bersimpati kepada bahasa cinta setiap orang dan memberi definisi ulang pada apa maka "romantis". Bahwa tidak setiap orang biasa memberi bunga, kado, kartu ulang tahun, makan malam di tempat romantis dan berbagai gestur romantis yang kita lihat di film atau sosial media. Tapi coba lihatlah upaya seseorang untuk sekadar membuatkan kopi, mengantar jemput, mencucikan pakaian, memasak atau memesankan makanan buat kita dan banyak perbuatan baik dan perhatian tulus keseharian yang terpancar. Dan lihatlah dekat-dekat, bukankah itu pun sesuatu yang romantis? Do you feel the love? And if you don't, perhaps you should try harder. []

Amsterdam, 27 Mei 2025

11.37 siang, saat musim semi yang mendung dan berangin dingin dengan suhu 15 C

Saturday, May 24, 2025

There is no such thing as "work-life balance"

 I don't think there is such thing as "work-life balance" because when you see life as an integrated part of the whole humanity as being you see no separation.

When we integrating all part of us, we as a child, as a parent, as a professional, as a worker, as an artist, as a neighbour, as a sibling, as our indivual self, we don't have to balancing anything since essentialy they are all the same. We don't have to feel guilty to choose one over the other.

Isn't it liberating to see all as a unified whole rather than fragmented parts that keeps us juggling from time to time in our effort to perfectly dividing our time between our many roles and responsibilities?  Because we are not a machine to be optimized. We are more than just vital signs and numbers. We are human being meant to live, feel, love and yes, at time rest.

This is a contemplation of myself to see thing as a whole. To live a life that is complete and meaningful. It gives me more sustainable, life-giving rhythm. One that does not erode my humanity.

Amsterdam, 24 May 2025

9.57 am in a cold morning of spring season.


Wednesday, May 21, 2025

Memanah Rembulan

 Ada sebuah kisah rakyat di Jepang tentang seorang pemuda yang berambisi menjadi seorang pemanah terbaik di dunia. Untuk mewujudkan mimpinya ini ia mencari seorang guru memanah yang akhirnya ia temukan di tengah hutan. Guru itu berkata, “Untuk menjadi seorang pemanah terbaik kau harus bisa memanah sebuah obyek yang belum pernah seorang pun berhasil melakukannya.”

“Apa itu guru? Saya akan lakukan apapun itu.”

“Nak, kau harus memanah rembulan”

Maka mulailah pemuda itu menghabiskan hari-harinya dalam upaya keras untuk memanah rembulan. Hal yang disikapi dengan sangat skeptis oleh orang banyak, “Memangnya bisa?” Tapi tekad si pemuda sangat kuat. Siang malam ia senantiasa meluncurkan anak-anak panahnya. Bahkan pada saat bulan baru, dimana cahayanya sangat tipis terlihat, dia masih terus memanah ke arah bulan. Demikian ia terus berupaya berpuluh ribu kali untuk menancapkan anak panahnya ke permukaan bulan. Hingga akhirnya dia menyerah lalu menghadap sang guru dan berkata, “Maafkan saya guru. Telah saya coba memanah rembulan seperti yang kau minta, tapi tampaknya upaya saya tidak sia-sia.”

“Oh anakku, sebaliknya. Kau telah menjalankan tugasmu dengan sangat baik. Memang kau tidak berhasil memanah rembulan secara fisik, tapi tahukah sasaran yang sebetulnya dari latihan ini? Kau telah berhasil mengubah hatimu dengan mengadah ketekunan dan kesabaran selama ini. Itulah makna menjadi pemanah yang terbaik.”

***

Renungkanlah, pencapaian kehidupan tidak selalu berbentuk material. Bahkan hal-hal yang sangat berharga  kebanyakan bukanlah berbentuk materi. 

Jangan minder kalau merasa punya pekerjaan yang itu-itu aja.

Jangan kecil hatu kalau merasa karir mentok disitu-situ saja.

Jangan malu kalau rumah atau kendaraannya biasa saja.

Syukuri apa yang ada, karena semua bukan kebetulan disampaikan dalam kehidupan kita. Itu adalah kiriman dari Allah. Kalau kita tidak mensyukuri kiriman dari-Nya sama dengan tidak menghargai Sang Pengirim.

Panahlah rembulan-rembulan kehidupanmu. Jangan harapkan pamrih ini itu. Ikhlas melakukannya, karena yang disasar adalah rembulan hati. Agar dia bertumbuh dan makin mengenal-Nya. Insya Allah.


Rabu, Amsterdam, 21 Mei 2025 sepulang dari Subway, transit sejenak di perpustakaan Reigersbos untuk mengalirkan inspirasi dari buku Ganbatte! Ini🙏🏻

Menghadapi badai amarah

 "I just want my food !!!" 

Brakk!

Semua orang terkejut dan menghentikan apapun yang tengah dilakukan. 

Hening sesaat...

Setelah itu semua orang membuang pandangan kepada orang yang baru berteriak itu. Seorang muda, sekitar 20 tahunan yang kecewa karena pesanan makanan onlinenya tidak kunjung datang dan dia merasa berhak meminta makanan yang telah dibayarnya di restoran itu. Sementara sang manajer restoran menolaknya mentah-mentah dengan alasan bahwa makanannya telah diantar, rupanya ini ulah sang kurir makanan yang tidak mengantarkan pesanannya. 

Jadi ini urusannya terkunci. Si manager bersikeras tidak mau memberikan pesanan karena sudah diberikan. Dan dia berhak berkata demikian. Sementara si pelanggan merasa sudah membayar dan lapar, dia cuma ingin makanan yang dipesannya. Keduanya bersikeras hingga masing-masing berteriak dan si pelanggan hampir-hampir berbuat kekerasan. Suasana makin tegang karena si manager memutuskan walk away dan mengunci dirinya di dalam kantor meninggalkan si pelanggan yang makin murka karena merasa aspirasinya diabaikan. 

Di tengah suasana tegang itu datanglah manager lain, mencoba bicara hati ke hati dengan pemuda yang nafasnya masih tersengal-sengal dan matanya melotot karena dilanda kemarahan. Diajaknya pemuda itu duduk, ditawarinya minuman tapi dia menolak. Masih terlalu marah barangkali. Si manager menawarkan solusi. "Mari kita sama-sama hubungi perusahaan deliverynya, barangkali mereka bisa memberikan solusi, karena mereka berada diantara Anda dan restoran ini, semua menu yang dipesan telah dibayar kepada mereka, uang Anda ada pada mereka." 

Dia menolak untuk duduk, tapi gestur badannya mulai lebih santai. Tidak pasang kuda-kuda untuk menyerang. Dia mendengarkan saat di manager itu menelepon perusahaan delivery. Akhirnya solusi didapatkan, ia akan mendapatkan uangnya kembali dalam waktu 24 jam. 

"I'm sorry about your situation. But you will get your money back within 24 hours" kata si manager. 

"Yes, i just want my food" dia kemudian merogoh kantungnya dan mengeluarkan selembar uang. "I will buy the same meal then"

Si manager menyiapkan menu pesanannya, namun pada saat pemuda itu hendak membayar. Sang manager menolaknya dan meminta maaf akan apa yang telah terjadi. 

Seketika itu senyuman kecil mengembang di sudut bibirnya. Dan matanya berbinar. Otot-otot wajahnya menjadi rileks. Dia berubah menjadi seperti anak kecil yang bahagia menerima permen kesukaannya. Pesanannya tidak banyak, jadi bukan masalah uang nampaknya. Kadang manusia hanya perlu didengarkan dan diakui perasaannya. Hal yang kadang kita lupa ketika merespon seseorang, kita cenderung lansung memberi sekian alternatif logika dan analisa dari apa yang tengah terjadi. Andai saja si manager pertama merespon keluhan si pemuda itu dengan empati alih-alih self-defense dan mengeluarkan argumen ini dan itu. Barangkali drama ini tidak perlu terjadi dan tidak ada eskalasi emosi hingga hampir menyebabkan kekerasan yan bisa berujung fatal. Barangkali, hal pertama yang perlu dia dengan adalah, "I'm so sorry ...i feel you..." Tangkap dulu rasa kecewanya. Baru kemudian setelah emosinya diwadahi baru beranjak ke tataran logika, "Now, what can i do for you..." atau "Here's what we can do..."

Sebuah pelajaran bermuamalah dengan manusia. 


Amsterdam, 21 Mei 2025

Musim semi yang hangat. Memasuki masa kontrak kerja baru di KFC, 38 jam per minggu. 

Wednesday, May 14, 2025

 Sebuah papan pengumuman terpancang di area taman sebagai peringatan bagi para pemilik anjing peliharaan agar tidak membiarkan anjingnya buang hajat di area tempat bermain anak tersebut. Tentu si anjing tak bisa membaca peringatan itu, begitu lihat rumput naturnya ya bisa buang hajat disitu. Tak memikirkan konsekuensinya bagi yang lain.


Kebanyakan manusia (bisa jadi) seperti itu. Sudah diberi peringatan tapi tak dihiraukan atau bahkan tidak sadar dan lalai terhadap peringatan tersebut. Akhirnya hidup seenaknya saja. “Yang penting gue happy”. Begitu jargonnya. Sementara versi kebahagiaan yang mereka kejar adalah bagai fatamorgana. Sudah susah payah meraihnya tapi tak mendapatkan apapun di akhirnya. Hidup bagai tak ada masalah tapi hati rasanya kering kerontang dan tidak bahagia (kalau boleh jujur). Wajahnya bisa jadi senyum manis dan kehidupannya tampak ideal bagi kebanyakan orang, tapi jiwanya hampa. Rasanya sudah mengerjakan banyak hal, tapi hati kok hambar rasanya. Sepertinya sudah meraih dunia tapi pada saat yang sama seperti kehilangan semuanya. Sementara dunia dan kehidupan ini fana. Kita lahir tanpa membawa apapun dan pergi dari alam ini dalam keadaan yang sama, selain amal shalih dan segala kebaikan yang kita tanam selama di dunia. Lain-lainnya tak dibawa pergi ke alam barzakh sekalipun dikubur bersama jasadnya di kedalaman bumi yang dingin dan gelap. 


Al Quran bicara tentang tipe manusia seperti ini. Mereka yang tidak bisa membaca ayat-ayat dan petunjuk Allah.


“Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” QS Al A’raaf:179


Semoga kita tidak tergolong sebagai orang-orang yang lalai…

Thursday, May 8, 2025

Cari sesuatu yang membuat hatimu bernyanyi

 When you do things from your soul, you feel a river moving in you, a joy.“ - Jalaluddin Rumi

Dalam menjalani kehidupan dunia beserta semua dinamika dan kesibukannya, kerap kita lupa untuk merasakan hal-hal yang berkesesuaian dengan jiwa kita dari waktu ke waktu. Alam pikiran kita telah sedemikian rupa tercelup dan tenggelam dalam dunia material hingga dunia menjadi mendikte dan memotivasi diri kita. Akhirnya kita memilih mengerjakan sesuatu demi memuaskan syahwat dunia kita walaupun itu - kalau hati nurani masih didengar dan jujur kepadanya - cenderung hal yang tidak sesuai dengan jiwa kita. Akan tetapi demi material, demi gaji besar, demi kelihatan keren dan sukses di mata orang banyak, demi menyelamatkan gengsi dan martabat diri dan keluarga, akhirnya kita mengambil langkah itu walaupun dengan mengorbankan jiwa kita. Sebenarnya tidak pas di hati tapi dipaksakan juga.

Masalahnya, ketika seseorang mengambil langkah yang tak sesuai dengan fitrah dirinya, maka jiwanya akan merana dan seperti tidak mendapatkan makanan. Bayangkan jika itu terjadi bertahun-tahun, maka jiwa bisa lumpuh dan mati. Tandanya, hati kita jadi kering, sering merasa hampa, semua terasa hambar, kenikmatan menjadi terasa semu. Lalu kita mencoba menghidupkan cahaya di hati dengan merauo berbagai kesenangan dunia. Siapa tahu bisa merasa hidup lagi hatinya. Tapi itu pun tak terjadi, kesenangan yang dirasa hanya berjangka waktu singkat. Seperti nyala api di korek api yang tak bertahan lama.

Jiwa kita butuh dinyalakan oleh hal-hal yang bersifat pas bagi dirinya. Bisa jadi dengan membaca buku yang pas, atau mendengarkan musik yang pas, mengikuti pengajian yang pas, mengerjakan oekerjaan yang pas, merespon sesuatu dengan pas dsb. Almarhum Mursyid saya mengatakan bahwa setiap kita harus berjuang mencari sesuatu aktivitas yang disitu “hati kita paling bernyanyi”. Kalau hati bernyanyo pasti senang kita melakukannya dan otomatis akan produktif. Di situ kita merasakan ada geliat kehidupan di hati. Nah, cari aktivitas atau pekerjaan itu. Jangan terpengaruh oleh apa kata orang atau sekadar status dan gaji yang kurang keren. Justru ketika seseorang menemukan pekerjaan dan aktivitas yang pas, dia akan bersyukur di titik itu dan akan membuka rezeki dari langit dan buminya. Sebuah aliran sungai pengetahuan akan mengalir dari dadanya, the river of joy. Yang dengannya ia menjadi bisa memaknai kehidupannya dengan lebih dalam dan menambah ma’rifat akan Tuhannya. What a joy! []

Amsterdam, 9 Mei 2025 

6.24 pagi di musim semi yang cerah. Menunggu anak-anak bangun dan siap bersekolah. 

20 MENIT TERAKHIR

 

Kalau kita hanya punya 20 menit untuk hidup di dunia. Apa yang akan dilakukan?

Dua puluh menit terhitung sangat cepat. Kadang kita bisa tanpa sadar berinteraksi di dunia maya atau dalam kelalaian selama berjam-jam dalam satu hari. Kita kerap lupa menghitung setiap jatah usia yang ada untuk digunakan sebaik-baiknya sebagai bekal untuk pulang ke hadirat-Nya. Baru ketika rasa kematian datang, kita mulai terkesiap. Panik dan takut karena belum mempersiapkan dengan baik perjalanan yang kita tahu akan datang bagaimanapun juga. Seperti orang yang kesiangan bangun untuk bersiap ke luar negeri sementara dia belum packing. Masalahnya, it’s a one way ticket. Dia pergi untuk pindah, tidak sekadar berkunjung. Bayangkan persiapan orang yang hendak pindahan rumah. Betapa banyak hal yang harus dipersiapkan jauh-jauh hari. Sementara persiapan kita pindah ke alam barzakh bagaimana?

Kok 20 menit? Itu hitung-hitungan kasar saya dan kontemplasi memasuki usia 47 di tanggal 27 April lalu.  Kalau di dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,  

Dan sesungguhnya satu hari (menurut perhitungan) Tuhanmu adalah seperti 1000 tahun menurut perkiraanmu.”  - QS Al Hajj ayat 47

Jika satu hari di akhirat adalah seperti 365.000 hari di dunia, maka kira-kira satu jam di akhirat adalah seperti 41,7 tahun di dunia. Dengan asumsi rata-rata usia harapan hidup umat Muhammad SAW diantara 60-70 tahun, maka saya kemungkinan hanya memiliki sisa waktu 20 menit (waktu akhirat) di dunia. Angka yang relatif cepat jika dibandingkan perhitungan dunia, ah masih 20 tahunan lagi dan membuat kita jadi berleha-leha dan lalai menggunakan setiap aliran takdir yang ada sebagai jalan untuk semakin mengenal diri, mengenal kehidupan dan akhirnya untuk mengenal-Nya.

Apa yang akan dilakukan dengan sisa usia yang ada?

Hal pertama yang terpikir dalam benak saya adalan untuk meminta maaf kepada semua orang yang pernah berinteraksi dengan saya baik langsung atau tidak langsung. Barangkali ada perbuatan atau perkataan yang tak sengaja menyinggung atau menyakiti. Melalui media ini sekaligus saya meminta maaf sebesar-besarnya. Agar jangan sampai persoalan ini menjadi perkara di Yawmil Hisab nanti. Mari kita selesaikan muamalah yang ada sekarang juga, di dunia ini, selagi masih ada waktu.

Hal lain, saya akan fokus membereskan segala amanah yang Allah Ta’ala letakkan di tangan saya, tentang anak, keluarga, pekerjaan, proyek penulisan dan penerjemahan dll sebaik mungkin. Memang waktunya tidak banyak, tapi setidaknya mempersembahkan niat untuk mensyukuri apa-apa yang Allah berikan dengan sebaik-baiknya. Dan akhirnya saya akan menghabiskan waktu di atas sajadah panjang, tempat favorit saya di muka bumi ini. Memohon ampun, istighfar dan taubat sebanyak-banyaknya. Semoga ketika waktunya tiba saya sedang dalam keadaan mengabdi kepada-Nya.

So, that’s it. Ternyata seseorang dihadapkan pada kematian, hal-hal yang muncul dalam hati dan benaknya adalah tentang keinginan untuk pergi dengan tenang dan damai, tidak menyakiti seseorang, dan mensyukuri apa yang ada di tangannya di saat itu. Tidak muluk-muluk ingin ini-itu. Tidak lagi terseret oleh kekhawatiran akan masa depan. Tidak terkoyak oleh keinginan yang jauh dari kenyataan yang ada. You see, mengingat kematian (dzikrul maut), membantu kita untuk melihat kehidupan apa adanya. Mengingat bahwa hidup kita tak lama lagi membuat kita menjadi mereorientasikan arah dan fokus kehidupan kepada yang lebih bernilai abadi. Dan, ringan rasanya kalau hidup lepas dari kekhawatiran dan ketakutan akan hal yang belum tentu datang atau meratapi keinginan yang tak terpenuhi untuk kemudian fokus mensyukuri apa yang ada, karena setiap nafas betul-betul ada anugerah yang tak ternilai. Alhamdulillah.

Amsterdam, 8 Mei 2025/ 10 Dzulqa'dah 1446 H

Jam 9.06 pagi, di musim semi yang cerah.