Thursday, May 8, 2025

20 MENIT TERAKHIR

 

Kalau kita hanya punya 20 menit untuk hidup di dunia. Apa yang akan dilakukan?

Dua puluh menit terhitung sangat cepat. Kadang kita bisa tanpa sadar berinteraksi di dunia maya atau dalam kelalaian selama berjam-jam dalam satu hari. Kita kerap lupa menghitung setiap jatah usia yang ada untuk digunakan sebaik-baiknya sebagai bekal untuk pulang ke hadirat-Nya. Baru ketika rasa kematian datang, kita mulai terkesiap. Panik dan takut karena belum mempersiapkan dengan baik perjalanan yang kita tahu akan datang bagaimanapun juga. Seperti orang yang kesiangan bangun untuk bersiap ke luar negeri sementara dia belum packing. Masalahnya, it’s a one way ticket. Dia pergi untuk pindah, tidak sekadar berkunjung. Bayangkan persiapan orang yang hendak pindahan rumah. Betapa banyak hal yang harus dipersiapkan jauh-jauh hari. Sementara persiapan kita pindah ke alam barzakh bagaimana?

Kok 20 menit? Itu hitung-hitungan kasar saya dan kontemplasi memasuki usia 47 di tanggal 27 April lalu.  Kalau di dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman,  

Dan sesungguhnya satu hari (menurut perhitungan) Tuhanmu adalah seperti 1000 tahun menurut perkiraanmu.”  - QS Al Hajj ayat 47

Jika satu hari di akhirat adalah seperti 365.000 hari di dunia, maka kira-kira satu jam di akhirat adalah seperti 41,7 tahun di dunia. Dengan asumsi rata-rata usia harapan hidup umat Muhammad SAW diantara 60-70 tahun, maka saya kemungkinan hanya memiliki sisa waktu 20 menit (waktu akhirat) di dunia. Angka yang relatif cepat jika dibandingkan perhitungan dunia, ah masih 20 tahunan lagi dan membuat kita jadi berleha-leha dan lalai menggunakan setiap aliran takdir yang ada sebagai jalan untuk semakin mengenal diri, mengenal kehidupan dan akhirnya untuk mengenal-Nya.

Apa yang akan dilakukan dengan sisa usia yang ada?

Hal pertama yang terpikir dalam benak saya adalan untuk meminta maaf kepada semua orang yang pernah berinteraksi dengan saya baik langsung atau tidak langsung. Barangkali ada perbuatan atau perkataan yang tak sengaja menyinggung atau menyakiti. Melalui media ini sekaligus saya meminta maaf sebesar-besarnya. Agar jangan sampai persoalan ini menjadi perkara di Yawmil Hisab nanti. Mari kita selesaikan muamalah yang ada sekarang juga, di dunia ini, selagi masih ada waktu.

Hal lain, saya akan fokus membereskan segala amanah yang Allah Ta’ala letakkan di tangan saya, tentang anak, keluarga, pekerjaan, proyek penulisan dan penerjemahan dll sebaik mungkin. Memang waktunya tidak banyak, tapi setidaknya mempersembahkan niat untuk mensyukuri apa-apa yang Allah berikan dengan sebaik-baiknya. Dan akhirnya saya akan menghabiskan waktu di atas sajadah panjang, tempat favorit saya di muka bumi ini. Memohon ampun, istighfar dan taubat sebanyak-banyaknya. Semoga ketika waktunya tiba saya sedang dalam keadaan mengabdi kepada-Nya.

So, that’s it. Ternyata seseorang dihadapkan pada kematian, hal-hal yang muncul dalam hati dan benaknya adalah tentang keinginan untuk pergi dengan tenang dan damai, tidak menyakiti seseorang, dan mensyukuri apa yang ada di tangannya di saat itu. Tidak muluk-muluk ingin ini-itu. Tidak lagi terseret oleh kekhawatiran akan masa depan. Tidak terkoyak oleh keinginan yang jauh dari kenyataan yang ada. You see, mengingat kematian (dzikrul maut), membantu kita untuk melihat kehidupan apa adanya. Mengingat bahwa hidup kita tak lama lagi membuat kita menjadi mereorientasikan arah dan fokus kehidupan kepada yang lebih bernilai abadi. Dan, ringan rasanya kalau hidup lepas dari kekhawatiran dan ketakutan akan hal yang belum tentu datang atau meratapi keinginan yang tak terpenuhi untuk kemudian fokus mensyukuri apa yang ada, karena setiap nafas betul-betul ada anugerah yang tak ternilai. Alhamdulillah.

Amsterdam, 8 Mei 2025/ 10 Dzulqa'dah 1446 H

Jam 9.06 pagi, di musim semi yang cerah.  

No comments:

Post a Comment