Saturday, June 25, 2016

Perbantahan Para Malaikat Tinggi

Telah diriwayatkan oleh Mu’adz bin Jabal ra., bahwa pada suatu pagi Rasulullah saw terlambat mendatangi kami untuk shalat subuh, hingga hampir-hampir kami melihat matahari terbit. Kemudian Rasulullah saw muncul dengan bergegas dan iqamah shalat pun dikumandangkan. Lalu Rasulullah saw mengimami shalat shubuh dengan mempercepat shalatnya, dan setelah salaam Beliau saw memanjatkan do’a.
Kemudian Beliau saw berkata kepada kami, “Tetaplah kalian semua berada di dalam shaf seperti itu!”
Lalu Rasulullah saw menghadapkan wajahnya ke arah kami, lalu berkata, “Sekarang aku akan mengabarkan kepada kalian, hal apa yang telah membuatku terlambat menemui kalian untuk shalat shubuh”.
Rasulullah saw berkata, “Sesungguhnya semalam aku bangun, kemudian mengambil wudhu dan melakukan shalat sebanyak yang telah dikadarkan kepadaku. Aku tertidur di dalam shalatku, dan aku merasakan kantuk yang amat berat. Tiba-tiba saja aku berjumpa dengan Rabb-ku yang tampil dalam seindah-indah rupa (ahsani shurah).
Kemudian Dia Tabaraka wa Ta’ala berkata, “Wahai Muhammad!”. Aku menjawab, “Labbaik ya Rabbi”. Lalu Dia bertanya, “Dalam perkara apakah para al-Malaa-ul ‘Alaa (malaikat-malaikat berderajat tinggi) saling berbantah?”. Aku menjawab, “Aku tidak tahu”. Rabb-ku bertanya kepadaku tiga kali.”
Rasulullah saw berkata, “Lalu aku melihat Dia meletakkan telapak tangan-Nya di antara kedua pundakku, hingga aku merasakan dinginnya jari-jemari-Nya di antara dadaku. Lalu bertajallilah (tampaklah) kepadaku segala sesuatu dan aku menjadi memahaminya ('araftu).
Kemudian Dia berkata kepadaku, “Wahai Muhammad!”. Aku menjawab, “Labbaik ya Rabbi”. Dia bertanya, “Dalam perkara apakah al-Malaa-ul ‘Alaa saling berbantah?”. Aku menjawab, “Dalam perkara kafarat-kafarat (penebus-penebus dosa)”.
Dia bertanya, “Apakah kafarat-kafarat dosa itu?”. Aku menjawab, “(Yaitu) langkah-langkah kaki untuk berjamaah, duduk-duduk di masjid setelah shalat, dan menyempurnakan wudhu pada saat-saat yang tidak disukai”
Dia bertanya, “Dalam perkara apa?”. Aku menjawab, “Dalam perkara memberikan makanan (kepada yang membutuhkan), dalam bertutur kata yang lemah lembut, dan dalam mengerjakan shalat malam di saat manusia tengah nyenyak tidur”.
Dia berkata, “Mintalah kepada-Ku!”
Aku berkata, “Allahumma ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu taufik untuk mengerjakan kebaikan-kebaikan (al-khairaati) dan meninggalkan kemunkaran-kemunkaran (al-munkaraati), agar aku mencintai orang-orang yang miskin, dan agar Engkau mengampuni serta merahmati aku. Dan jika Engkau berkehendak menimpakan fitnah kepada suatu kaum, maka wafatkanlah aku tanpa terkena fitnah”
“Aku memohon kepada-Mu, akan kecintaan kepada-Mu dan kecintaan kepada orang-orang yang mencintai-Mu, serta kecintaan kepada amal-amal yang dapat mendekatkan kepada cinta-Mu!”.
Kemudian Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya hal ini adalah kebenaran (haqqun), maka pelajarilah baik-baik hal ini dan kuasailah!”.
(Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan oleh Al-Imam Ahmad).

Hadist ini merupakan penjelasan dari Al-Qur’an surah Shaad [38]: 67-70. “Katakanlah, berita itu adalah berita yang besar (nabaun ‘adzhim) yang kamu berpaling daripadanya. Aku tida memiliki pengetahuan seikitpun tentang al-Malaa-ul ‘Alaa ketika mereka berbantah-bantahan. Tiada diwahyukan kepadaku, melainkan bahwa sesungguhnya aku hanyalah seorang pemberi peringatan yang nyata”.

Bandung, malam 21 Ramadhan 1437 (26 Juni 2016).

No comments:

Post a Comment