Sunday, March 12, 2017

Tidakkah selaiknya kau takut kepada Sang Pemilik ombak?

"Sekiranya seorang yang sempurna imannya mengguncang sebuah gunung niscaya gunung itu akan bergeser dari tempatnya." Demikian sabda Nabi Isa 'alaihissalam.
Begitu pula sabdanya kepada seorang pengikutnya dari kaum Hawariyin yang menemuinya di lautan, lalu ia pun berjalan bersama Nabi Isa di atas air.

Isa a.s. kemudian berkata, "Berikan tanganmu wahai orang yang tipis keimanannya!" Kemudian orang itu pun berjalan bersama sang nabi di atas ombak.
Lalu Isa a.s. bertanya, "Apakah engkau takut kepada ombak?"
Ia menjawab, "Ya."
Isa a.s. pun berkata, "Tidakkah selaiknya kau takut kepada Sang Pemilik ombak?"

***

Bagi seorang yang derajat imannya sudah kuat, keadaannya di dunia tidak memengaruhi penghadapan hati dan kebersyukurannya kepada Allah Ta'ala.
Seperti ketabahan Ayyub a.s. yang menerima sekujur raganya didera penyakit dan kehilangan orang-orang yang dikasihinya.
Lalu dedikasi seorang Nuh a.s. yang melaksanakan tugas menyampaikan risalah selama 950 tahun lamanya, walaupun ia telah diberi pengetahuan perihal hanya akan ada beberapa orang saja yang menjawab seruannya.
Juga kebersahajaan Rasulullah Muhammad s.a.w, beliau pernah ditawarkan oleh Jibril a.s. emas seluas dataran Mekkah yang dengannya beliau bisa membangun kerajaan yang megah dan berdakwah dengan gagah perkasa.

Akan tetapi sang Ayyub memilih menerima tamu yang dikirim Sang Kekasihnya walaupun itu berupa sesuatu yang menyakitkan.
Nabiyullah Nuh a.s. tetap berdiri tegak melaksanakan tugasnya merenda hari hingga memenuhi waktu tugasnya selama 950 tahun, walau telah mengetahui secara kuantitatif hasil yang akan didapatkan bisa dibilang "tidak berhasil".
Dan sang insan yang mulia, Rasulullah Muhammad s.a.w lebih memilih lapar - mengikat batu di perutnya demi mengganjal rasa lapar dan hidup dalam kesederhanaan seraya berkata "..aku lebih senang sehari lapar dan sehari kenyang. Tatkala hari yang aku merasakan lapar, aku merendah diri dan berdo’a kepada-Mu, sementara tatkala hari yang aku merasakan kenyang, aku bersyukur dan memuji-Mu."

Hamba yang sejati, walaupun kekuatan iman mereka mampu mengubah dunia, mereka tidak lakukan itu seenaknya,
demikian etika luhur yang mereka bangun dengan Sang Khalik.
Adalah mudah bagi mereka hanya sekadar menghilangkan penyakit dari tubuh, mengubah daun menjadi emas atau melakukan sekian banyak mukjizat. Namun mereka adalah manusia-manusia yang telah mati dari keinginan pribadinya, karena jiwanya sudah demikian berserah diri dalam karsa Allah Ta'ala.

Lagipula, mukjizat yang paling hebat di dunia ini sesungguhnya adalah ketika seseorang berubah menjadi baik hatinya (taubat) dan manakala seorang insan tertransformasi jiwanya. Hal yang satu ini tak ada yang bisa mengintervensi karena datangnya cahaya hidayah murni kuasa Allah Ta'ala.

“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (QS Al Qashash: 56).

Oleh karena itu dikatakan Al Qur'an sebagai mukjizat terbesar yang dibawa Rasulullah Muhammad saw, jauh melebihi kedahsyatan pagelaran mukjizat Musa a.s. yang membelah lautan. Karena Al Qur'an mampu dengan efektif mentransformasi jiwa-jiwa manusia yang terpuruk dan lalai dengan kehidupan akhiratnya.

Marsalahnya sudah sejauh mana kita telah ditransformasi oleh Al Qur'an? Sudah sedekat apa interaksi kita dengannya? Sudah sesering apa waktu kita luangkan untuk sekadar beraudiensi dengannya?

Sang Nabi Isa a.s. menguji tauhid seseorang dengan dihadapkan dengan gelombang di lautan. Kita pun sudah pasti pernah, sedang dan akan berhadapan dengan gelombang kehidupan kita masing-masing yang kita dibuat termehek-mehek karenanya, yang kita dibuat susah tidur malam dibuatnya, hingga tak jarang membuat orang berputus asa dari janji Allah dan dengan mudahnya memalingkan wajah kepada berhala-berhala kehidupan yang selalu menggapai-gapai manusia-manusia yang lemah imannya itu.

Kiranya pertanyaan Sang Nabi relevan untuk kita renungkan, saat kita masih dibuat khawatir oleh bayangan tentang hari esok, dibuat resah oleh doa-doa kita yang belum dikabulkan dan dibuat gentar hati oleh kekurangan rezeki lahir dan batin. Semua ombak-ombak kehidupan yang membuat kita takut. Hingga sang Nabi pun berkata, "Tidakkah selaiknya kau takut kepada Sang Pemilik ombak?" []

No comments:

Post a Comment