Wednesday, September 6, 2017

Semesta Ditundukkan Untuk Sang Jiwa

Lima menit menjelang bel bubaran sekolah. Para penjemput sudah berdatangan. Sebagian besar perempuan mengenakan setelan celana panjang, jaket panjang yang tahan air dan sepatu kets, kombinasi yang banyak dikenakan oleh ibu-ibu di Belanda dan memang nyaman dipakai untuk bersepeda. Ada juga yang datang dengan pakaian formal ala kantoran, lengkap dengan sepatu hak tinggi dan gadget di tangan - tampaknya meluangkan waktu di sela-sela makan siangnya untuk menjemput sang buah hati. Setiap hari Rabu anak-anak memang hanya sekolah setengah hari, maka bagi orang tua yang punya opsi bekerja paruh waktu (3 hari) biasanya mereka memilih tidak bekerja di hari Rabu.

Kerumunan terutama datang untuk menjemput anak-anak balita yang masih duduk di grup 1 dan 2 (anak-anak usia 4-5 tahun). Hal yang menakjubkan terjadi setiap kali anak-anak itu mengenali sosok penjemputnya, wajah mereka begitu ceria dengan tatapan mata yang gembira diiringi langkah kaki yang berirama. Sang penjemput pun tampak tak kurang hangatnya, mereka membungkukkan badan atau sengaja merendahkan diri untuk merangkul si anak. What a beautiful scene!

Saat menerangkan tentang hikmah kisah Nabi Musa as, mursyid saya bertutur tentang bagaimana alam semesta ditaklukkan di hadapan kehadiran seorang hamba-Nya yang tampaknya lemah tak berdaya namun mengandung kesucian yang tinggi. Tentang seorang bayi Musa yang diselamatkan dari kekejaman zamannya dan tidak hanya itu bahkan lebih epik lagi, sang bayi pun akhirnya diangkat anak oleh Firaun yang memerintahkan pembantaian bayi-bayi laki-laki Bani Israil di Mesir saat itu. Bayi Musa tidak hanya dengan ajaib selamat dari pembunuhan tapi juga bisa membuat sang firaun turun dari tahta untuk sekadar bermain dengannya, bahkan dikisahkan sampai sang bayi Musa menarik-narik janggutnya. Bayangkan, di saat semua orang di zaman itu patuh dalam ketakutan yang sangat bahkan tidak berani menatap wajahnya, sang bayi dengan santai menarik-narik janggutnya!

Bayi manusia terlahir sangat rentan, beda dengan bayi binatang yang dalam hitungan hari bahkan jam bisa berjalan dan mencari makan sendiri. Bayi manusia butuh waktu berbulan-bulan dan bertahun-tahun untuk akhirnya bisa memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Maka Allah menurunkan rasa sayang ke dalam hati orang-orang di sekitarnya untuk menjaga makhluk yang masih lemah itu. Perhatikan bagaimana sang semesta pun ditundukkan baginya.

Jiwa seseorang yang baru kembali bangun pun masih sangat rentan. Masih banyak keraguan, keinginan ini-itu, syahwat dan amarah yang mencengkramnya dengan kuat. Tapi sebagaimana Allah menyiapkan semesta sang bayi untuk membantu ia bertumbuh dengan baik. Maka semesta seseorang yang jiwanya akan bertumbuh pun sudah ditakar betul dengan sempurna. Memang akan terjadi banyak turbulensi pada awal waktu, laiknya sebuah proses pembersihan dedak hati yang mengerak setelah sekian lama, it will be messy at the beginning. Tapi itu hanya bersifat sementara, jika sang jiwa terus bertumbuh dan berjalan maka akalnya akan semakin kuat dan tidak akan lagi mudah terombang-ambing cemas oleh dinamika sang zaman. Seperti kegembiraan sang anak yang mengenali sosok penjemputnya, maka yang dinanti oleh jiwa hanyalah pengetahuan tentangNya yang tersimpan di setiap penggal kejadian hidup, yang hanya dengannya ia bisa tersenyum gembira seceria sang anak yang bertemu kembali dengan orang tuanya.[]

No comments:

Post a Comment