Kaidah memberikan nama anak itu hendaknya bermakna doa atau memberi informasi tentang identitas diri sang anak, sesuatu yang akan memberi manfaat dalam proses penemuan dirinya kelak jadi tidak asal jiplak atau asal keren dan beda dari yang lain. Daripada pusing-pusing membenamkan diri dalam tumpukan buku daftar nama-nama anak, lebih baik terlebih dulu mendekatkan diri dan memohon dalam sujud panjang kita yang lama kepada Allah Ta'ala agar menginspirasikan nama yang baik sebagai bekal bagi sang anak. Nanti Allah alam menginspirasi akan lewat apa saja atau siapa saja. Bayangkan seorang Firaun lalim seperti Ramses II pun Allah kendalikan lidahnya untuk memberi nama sang bayi dengan "Musa" (Mu= air dan Sa= pohon), sesuatu yang memberi Musa sebuah visi akan siapa dirinya, hingga imajinasi tentang pohon itu mewujud menjadi pohon yang bercahaya karena nyala api di Thursina, sebagai wujud pemberkatan Allah dan memberi kekuatan bagi Musa untuk membebaskan kaumnya.
Kalau Shakespeare berkata “What is a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet” dalam terjemahan sederhananya, apa sih arti sebuah nama, kita bisa menjuluki bunga mawar dengan nama lain toh sama saja wanginya. Oh, oom Shakes, bagi saya (setidaknya) nama itu sangat bermakna, bahkan suatu saat di akhirat nanti (bagi mereka yang percaya dan serius betul mempersiapkan diri menghadapi alam akhirat) setiap orang akan dipanggil berdasarkan namanya masing-masing.
"Sesungguhnya kamu sekalian besok pada hari Kiamat diseru dengan nama-namamu dan nama-nama ayahmu. Maka baikkanlah nama-namamu."- (HR Abu Dawud)
No comments:
Post a Comment