Bagi seorang anak berusia 5 tahun yang baru mengenal huruf, mengeja adalah sebuah kegiatan yang menyenangkan. Sebuah dunia baru terbuka baginya saat ia mulai memahami bahwa beberapa huruf yang bersanding dapat membentuk kata dan kata itu memiliki makna tertentu. Semakin rajin sang anak belajar, akalnya akan semakin kuat dan bisa membaca lebih banyak bahkan tidak hanya sesuatu yang tertulis. He can make more sense of things...
Demikian juga jiwa manusia, semakin jernih cermin jiwa maka akal jiwanya akan tumbuh. Manusia menjadi lebih mahir membaca takdir kehidupan yang tadinya tidak dia pahami, berangsur bisa membaca 'huruf' yang terbentuk di sana, lama kelamaan susunan huruf itu membentuk kata, dan dari kata ada kalimat yang tersusun rapih. Rangkaian hidup kita adalah sebuah 'surat cinta' dari Sang Pencipta yang dibuat secara pribadi, setiap orang memiliki suratnya masing-masing yang berbeda satu sama lain. Saat akal jiwa (lubb) tumbuh maka seseorang bisa berkata 'Rabbana maa khalaqta haadzaa bathilaa...' - ya Rabb, sungguh tidak ada sesuatupun yang Engkau ciptakan sia-sia.'.
Maka ketika seseorang menolak takdir dan ketetapan hidupnya sambil mengeluh bahkan mengutuk Tuhan, dia tengah menjemput kematian jiwanya disana. Raganya akan tetap hidup akan tetapi tanpa mengambil pelajaran dariNya, tanpa bisa membaca setiap kalimat yang tersimpan di setiap lembar kehidupan yang terbuka setiap harinya. Jika itu terjadi, ia akan menghabiskan usianya mengejar bayangan dunia dan menyia-nyiakan kesempatan hidupnya yang berharga untuk mengenal Tuhannya, Yang Menciptakan semesta alam dengan niat "ingin dikenal'. Dan itulah musibah terbesar dalam hidup manusia. Ketika dia tidak bisa 'membaca' (iqra).
(Amsterdam, 24 Februari 2018. 15.39. After Nani & James'farewell)
No comments:
Post a Comment