Tuesday, February 20, 2018

Saat baru saja mendudukkan anak saya di bangku kecil di belakang sepeda, ia oleng karena beban belanjaan yang banyak dan permukaan jalan kurang rata. Refleks saya bekerja menangkap rangka sepeda agar tidak terjatuh dan langsung melihat raut wajah si bungsu yang ternyata tetap tenang sambil membetulkan posisi sarung tangannya.

Saat ditanya, "Maaf ya sayang, Rumi tadi takut jatuh?"

"No, because i know you will catch me.."jawabnya dengan tenang.

Entah kenapa saya merasa tertohok dengan kalimat polos yang keluar dari mulut seorang anak berusia 3 tahun ini. Dia demikian percaya kepada ibunya yang fakir ini. Maka kadar percaya macam apa yang sepatutnya saya berikan kepada Dia Yang memberikan kita kehidupan, memelihara kita, memberi rezeki dan Maha Baik itu?

Sejauh mana kita percaya bahwa Dia mampu menjaga orang tua dan orang yang kita kasihi yang berada di tempat yang jauh?

Sejauh mana kita percaya bahwa Dia yang menjaga dan menjamin pendidikan bagi anak-anak kita di masa depan?

Sejauh mana kita percaya bahwa bagi setiap kesulitan hidup Dia sudah menyediakan solusi dan jalan keluarnya?

Sejauh mana kita percaya bahwa balasanNya di akhirat adalah jauh lebih baik dibanding kesabaran sesaat yang harus kita tanggung di alam dunia?

Sejauh mana kita percaya bahwa kepemaafanNya jauh lebih luas dibanding dosa kita yang melangit itu?

Sejauh mana kita percaya bahwa Dia selalu memberikan yang terbaik kepada segenap ciptaanNya, di saat fenomena kehidupan yang ada terasa menyesakkan dada.

Kalau dipikir-pikir, kita lahir tidak membawa apa-apa ke dunia, modal nol besar, toh saat ini kita bisa tumbuh, memiliki ini itu serta meraup sekian banyak pengalaman dengan izinNya semata.

Saya teringat pesan guru saya, beliau bilang kalau bayi dilahirkan ke bumi sudah diatur rezekinya oleh Allah, ditumbuhkanlah kasih sayang di hati orang tua dan pengasuhnya juga diberinya susu ibu yang mengalir. Sebuah aliran yang tak putus bagaikan nutrisi yang senantiasa mengalir di badan sang janin di dalam kandungan melalui tali pusarnya. Nah berikutnya ini yang ajaib dan patut diuji keimanan kita kepadaNya, bahwa tali pusar itu senantiasa ada, hanya semakin badannya dewasa bentuknya menjadi abstrak, karena badan manusia yang berotot dituntut untuk menggerakkan ototnya dengan bekerja dan mengolah otaknya dengan berkarya. Maka dibuatlah mekanisme kasab, suatu kegiatan yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada hakikatnya setiap orang sudah disediakan rezekinya melalui 'tali pusarnya' masing-masing, tinggal melakukan ikhtiar yang baik dan benar untuk menjelangnya.

Alhamdulillah, terima kasih atas pembelajaranNya yang Engkau sampaikan melalui lisan kecil seorang anak ini. :)

No comments:

Post a Comment