Wednesday, October 30, 2019

Ada salah satu mimpi sewaktu saya masih kecil (sekitar usia 7 atau 8 tahun) yang saya masih ingat hingga saat ini hingga detil. Di dalam mimpi itu saya dan paman bermain ke kebun binatang Bandung. Lalu di sekitar tempat Gajah berada, saya melihat satu keluarga orang luar negeri berambut pirang kemerahan, terdiri dari ayah, ibu dan dua anak kecil. Mereka sedang piknik dan saya menghampiri mereka lalu bicara dalam bahasa was-wes-wos yang saat itu tidak saya mengerti. Fast forward, sekitar 33 tahun kemudian. Saat saya menghadiri Simposium Internasional Ibnu Arabi di Oxford, Inggris. Di sebelah saya tiba-tiba duduk Pablo Beneito, salah satu pembicara dan peneliti senior di Ibnu Arabi Society Spanyol. Kami tengah mengikuti workshop yang diberikan oleh Eric Winkel saat itu. Di sela-sela waktu kami berkenalan dan berdiskusi tentang khazanah Islam yang ditawarkan Ibnu Arabi. Spesialisasinya adalah tentang misteri angka. Salah satunya beliau menggambarkan dengan kagum bagaimana 560 jumlah bab di kitab Futtuhat al-Makkiyah Ibnu Arabi sesuai jumlahnya dengan 560 huruf di surat Al Fatihah. Lalu di tengah-tengah perbincangan beliau bertanya, “I have seen some people from Indonesia, but never met someone who can speak English as good as you. Where did you learn English?” katanya serius. Wah, apa ya? Pendidikan formal Bahasa Inggris saya hanya di SMP, SMA dan dua tahun kursus Bahasa Inggris saat SMP. Saya bilang “I don’t know. It’s a gift from God. And maybe also because I was watching so many Hollywood movies when I was young” Dia pun tertawa renyah. Saat Pablo bertanya itu, yang terbayang oleh saya adalah mimpi saat masa kecil itu. Bagaimana semua sudah didesain oleh-Nya. ***** Mursyid saya bilang bahwa kunci bersyukur itu adalah dengan memanfaatkan sebaik mungkin semua hal yang Allah mudahkan ke tangan kita masing-masing. Setiap orang itu punya keahliannya yang spesifik. Ada yang jago masak, ada yang pintar membuat tulisan, ada yang telaten mengurus anak, ada yang bersih banget membersihkan rumah, ada yang tekun meneliti, apapun itu tidak ada sebenarnya orang nomor dua di muka bumi. Setiap orang akan unggul di bidangnya masing-masing. Bagaimana menemukan bakat yang Allah titipkan ke dalam diri kita itu? Di awal waktu mungkin jalannya “trial and error” alias coba-coba. Tapi apapun itu hal yang kita ujikan tidak akan jauh dari kehidupan kita. Kebetulan pada kasus saya, bahasa adalah satu hal yang Allah mudahkan. Kalau saya travelling ke suatu daerah, lidah saya akan sangat mudah beradaptasi untuk bicara mirip dengan aksen lokal. Dari kemampuan bahasa itu saya coba mensyukuri yang ada, dengan menerjemahkan buku, membuat tulisan, bergaul dengan orang setempat. And then one thing lead to another. Allah akan dengan ajaib membantu mengumpulkan apa yang tadinya berserakan dalam hidup. Satu persatu datang. Seolah dunia diputar untuk itu dan bumi dilipat untuk kita. Mari rasakan itu dan buktikan. Bahwa ketika kita minta “ihdinashiraathal mustaqiim” dalam shalat, sungguh petunjuk yang utama adalah tentang diri kita. Agar kita tidak hidup dalam cangkang kehidupan yang palsu yang berakhir dalam neraka. Agar kita betul-betul bisa merasakan tetesan kehidupan surga mulai saat ini juga. Agar dengannya kehidupan kita abadi di sisinya. Bukankah manusia ingin menjadi abadi? Nah, sekarang apa yang dimudahkan ke tangan sahabat per hari ini?

No comments:

Post a Comment