Tuesday, October 22, 2019
Pernah saya marah luar biasa sama ibu yang tidak mengizinkan saya nginep di rumah teman untuk nonton bareng dengan geng bermain saya bersama lima orang anak laki-laki. Waktu itu usia saya 10 tahun. Masih belum paham kenapa seorang ibu tidak mengizinkan anak perempuannya nginap bareng seru dengan teman bermainnya yang lain.
Sekarang saya sudah menjadi seorang ibu. Sudah paham kenapa ibu saya mencegah saya pergi ke "pyjama party" itu dulu. And i thanks her for that. She's merely doing her job to protect me.
Begitu ya, betapa akal dan pemahaman bisa melipat dunia dan membacanya dalam sebuah bingkai berbeda. Saat akal dan pemahaman saya masih kecil, saya cenderung marah dengan kebijakan orang tua karena tidak paham akan potensi bahaya yang bisa menimpa saya. Ketika akal sudah berkembang dan pemahaman makin luas, kita menjadi lebih melihat kehidupan tidak linier, beepikir sepuluh langkah kedepan, begitu kompleks dan serba penuh pertimbangan serta berhati-hati.
Demikian juga kiranya sikap kita terhadap sebuah pengabulan doa dari-Nya. Saat jiwa masih kerdil dan belum tumbuh akalnya, maka ia akan cenderung marah, kecewa dan putus asa oleh sebuah penundaan doa. Kemudian menuduh Tuhan menolak doanya. Padahal Tuhan berjanji tidak akan menolak doa seseorang. Karena bukankah ide serta inspirasi untuk berdoa pun datang dari-Nya? Yang Tuhan lakukan persis seperti yang ibu saya lakukan. Mencegahnya dari potensi keburukan yang bisa menimpa. Jadi ditundanyalah proses pengabulan itu, hingga kita siap. Hinggs semesta kita siap. Karena Dia demikian sayang kepada ciptaanNya. Tapi kita yang sering tak mengerti, menuduh-Nya macam-macam bahkan marah-marah kepadaNya. Seperti saya marah kepada ibu saya dulu. Astaghfirullah. Mohon maaf ya Allah...
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment