Pagi itu terdengar suara berisik di luar jendela rumah, sebuah mesin traktor kecil menyapu pinggiran jalan yang berbatasan dengan rumput untuk merapikan rerumputan yang banyak menjulur ke jalanan. Hasilnya, sekitar 50 cm rumput yang berada di dekat aspal jalanan terangkat keluar dari tanah. Sore hari jelang menjemput anak-anak sekolah saya melihat puluhan burung berkumpul di sekitar rumput yang tercerabut itu. Nampaknya ada cacing tanah yang ikut terangat keluar, juga beberapa benih yang tak sengaja terbongkar dari kedalaman tanah.
Menakjubkan! Pikirku. Pak pengemudi traktor di pagi hari bisa jadi tak bermaksud memberi makan burung-burung itu. Ia sekadar melakukan pekerjaannya, merapikan jalanan. Demikianlah Allah mengatur dinamika alam dengan sangat cermat dan penuh perhitungan hingga jauh dari sebuah kesia-siaan.
Memasuki musim dingin biasanya tidak banyak serangga berkeliaran di permukaan tanah. Tapi toh Allah punya seribu satu cara untuk menafkahi segenap ciptaannya. Kita sepertinya harus belajar tawakal kepada kaum binatang yang tak pernah memusingkan apa yang akan dimakan esok hari. Sedangkan manusia yang seharusnya memiliki kapasitas akal yang lebih luhur malah lebih sering terantuk oleh pikiran dangkalnya sendiri akan kehidupan. Takut kurang, takut tidak bisa menyekolahkan anak, takut tidak bisa membahagiakan orang tua dan sekian banyak jerat ketakutan yang ia lilitkan sendiri di segenap jiwanya hingga sang akal sang jiwa tak bisa berfungsi dengan baik. Akal yang bisa melihat bahwa Allah Yang Maha Kuasa, sebuah kesadaran yang membuat hatinya selalu tenang, karena ia sungguh menyandarkan diri kepada Dzat Yang Maha Memelihara.
Tentang burung itu, tak heran Rasulullah saw pun hingga bersabda,
“Seandainya kalian sungguh-sungguh bertawakal kepada Allah, sungguh Allah akan memberi kalian rezeki sebagaimana Allah memberi rezeki kepada seekor burung yang pergi dalam keadaan lapar dan kembali dalam keadaan kenyang.” (HR Tirmidzi)
No comments:
Post a Comment