Tuesday, August 18, 2020

 

Ada kisah lucu tapi menyimpan hikmah besar. Yaitu ketika Nasruddin Hoja suatu malam ditemukan oleh kawannya tengah berputar-putar di dekat lampu jalanan sambil menunduk tampaknya sedang mencari sesuatu. Sang kawan bertanya, “Hai Nasruddin, apakah kau mencari sesuatu?”

“Iya, kunciku hilang” jawab Nasruddin sambil masih merunduk dan menyusuri area terang yang disinari cahaya lampu.

“Dimana, kau terakhir kali ingat meninggalkan kunci itu?” tanya kawannya yang saat itu mulai bergerak membantu Nasruddin mencari kuncinya yang hilang.

“Di dalam rumah itu” Nasruddin mengarahkan telunjuknya ke sebuah rumah yang terletak tak jauh dari tempat mereka berada.

“Lantas, mengapa kau mencarinya di jalanan ini?” kawannya kebingungan.

“Ya, karena di dalam rumah itu gelap, disini lebih terang.”

-----

Kita bisa tertawa geli dengan keluguan Nasruddin yang mencari kunci di tempat yang pasti tak akan ditemukan disana dengan alasan yang polos semata-mata bahwa tempat itu terang. Padahal kuncinya jelas ada di dalam rumah.

Itulah “logical fallacy” sebuah upaya mencari solusi dengan menggunakan logika yang salah, akhirnya pasti hasil yang diinginkan tidak akan tercapai. Kalau mau jujur, kita kerap terperangkap dalam kesalahan berpikir yang serupa dalam beragama.

Contoh sederhana, kita punya sekian masalah dalam kehidupan. Betul kan? Siapa sih orang hidup yang tidak punya masalah? Semua punya medan perjuangannya masing-masing. Kadang sesuatu yang tidak ditangkap oleh orang luar yang mengira kita tenang-tenang  saja hidupnya. Tapi gejolak hati, perasaan dan pikiran seseorang siapa yang tahu?

Kita butuh bantuan Allah sebenarnya membereskan persoalan rumah tangga kita yang berantakan, merapikan pekerjaan kita yang terbengkalai, mendisiplinkan anak yang mulai berulah dsb. Bukankah alam semesta dalam genggaman Dia Dzat Yang Maha Kuasa? Teorinya hafal betul kita. Tapi praktiknya ketika anak sakit, ketika butuh uang, ketika butuh bisnis lancar, ketika butuh jodoh dll apakah yang pertama kali kita minta tolong adalah Allah?

Coba ingat-ingat lagi dan jujur. Respon pertama kita di saat ada kesulitan. Apakah mengandalkan pasangan? Mengharap dibantu keluarga? Mengandalkan tabungan atau gaji bulanan? Menyenderkan diri pada janji ini-itu dari si fulan. Mengandalkan dokter yang terkenal itu. Bahkan mengandalkan kyai tertentu sekalipun. Sementara Allah sendiri biasanya diandalkan di saat-saat akhir, ketika semua upaya horizontal habis dan biasanya tak berbuah. Baru kita berteriak, “Ya Allah, tolong…”

Padahal adabnya bukan begitu. Kepada Allah dulu adukan semua permasalahan dan kebutuhan kita. Ini justru titik awal yang akan membuat proses berikutnya berbeda sejauh langit dan bumi. Kenapa? Karena kalau Allah dihadirkan di awal waktu, di awal respon, maka Dia akan hadir. Karena janji-Nya, “Ingatlah kepada-Ku, Aku akan ingat kepadamu.” Spontan. Begitu saja.Bahkan tidak ada kata sambung “dan Aku akan ingat kepadamu.” Kalimatnya lugas, jelas, “ingat Aku – Aku ingat kamu”. As simple as that. Bedanya kalau Allah mengingat seseorang, maka orang itu tengah menjadi sasaran pandangan-Nya. Kehadiran tatapan-Nya itu akan membuat seseorang dan kehidupannya berubah. Yang tadinya rapuh jadi lebih kuat, yang tadinya mudah putus asa menjadi lebih kokoh, yang tadinya sulit “move-on” jadi lebih mudah “let it go”. Begitupun semestanya bisa “kun faya kun” diubah.  Jalan keluar tiba-tiba terbuka, hal yang sulit jadi mudah, penyakit pun bisa dibuat hilang dan sembuh begitu saja. Dan tidak sekadar dimudahkan urusan dunia, tapi hikmah dan makrifatnya dapat. Sehingga dengan terbukanya kesulitan hidup maka bertambahlah cinta dan ketakjuban kita kepada-Nya.

Itu kunci yang kita cari. Kunci yang mengubah kehidupan kita lahir dan batin yang terletak pada kualitas hubungan kita dengan Allah Ta’ala dan pilarnya dibangun saat shalat. Maka, kalau kita masih terjerembab pada permasalahan yang itu lagi, kalau kita masih terjerat dalam kesulitan hidup yang lama. Coba renungkan, jangan-jangan kita berlaku seperti Nasruddin tadi, mencari-cari kunci di tempat yang tidak semestinya.[]

No comments:

Post a Comment