Saturday, August 8, 2020

 "Alastu birabbikum?"


"Bukankah Aku Tuhanmu?" Begitu cara Allah memperkenalkan dirinya saat jiwa-jiwa kita masih di alam persaksian (alam alastu) dulu. Peristiwa ini direkam dalam Al Qur'aan surat Al A'raaf [7]: 172.


Dia yang bertanya tentu yang paling tahu jawabannya. Tapi yang menarik, penyampaiannya bukan dalam kalimat seperti "Aku Tuhanmu." Titik. Melainkan dalam kalimat tanya. Menarik bukan?


Nampaknya jiwa kita akan mengeluarkan khazanahnya secara optimal jika dihadapkan dalam iklim dialogis dan bukan dogmatis. Dalam keadaan dialog terbuka ruang perenungan yang tak terbatas. Dengan demikian jawaban dari pertanyaan "Alastu birabbikum" semestinya adalah hasil dari pengalaman, pencarian dan perenungan yang dalam. Mungkin bahkan melalui kegagalan dan keterpurukan, terjebak dalam tuhan-tuhan palsu demi mengenal Tuhan Yang Sejati.


Oleh karenanya situasi kehidupan dan dunia kita akan selalu dibuat samar dan gaib. Disitu justru membuka peluang untuk mengembangkan perenungan yang tak bertepi. Karena memang semua ini adalah demi mengenal Dia yang laisa kamislihi syaiun, yang tak ada sesuatu pun serupa dengan-Nya. 


Masalahnya waktu pengenalan di alam ini sangat terbatas, sementara tipuannya besar. Akhirnya banyak yang tenggelam dalam ilusi dunia dan lalai untuk mengenal Sang Rabb hingga akhirnya gelagapan untuk sekadar menjawab pertanyaan pertama saat pindah ke alam barzakh nanti, "Man Rabbuka?" - Siapa Tuhanmu?

Amsterdam, 8 Agustus 2020

12.30 siang di dalam flixbus otw to Brussels

No comments:

Post a Comment