Friday, November 12, 2021

 Dalam sebuah kelas coaching instrukturnya membimbing sesi visualisasi dimana setiap orang harus coba membayangkan ada sebuah pintu yang menggambarkan tujuan masing-masing dan bayangkan juga ada sesuatu yang menghalangi dirinya untuk berjalan mendekati tujuan itu.


Lalu salah satu peserta seorang Bapak usia pensiun berambut putih berkata bahwa penghalang yang dia bayangkan itu adalah ayahnya sendiri. Dia kemudian berkata dengan lirih dan tampak menahan tangis bahwa ayahnya baru saja meninggal dan dia tidak memiliki hubungan yang baik dengan ayahnya. Sang ayah adalah orang yang keras sekali sedemikian rupa hingga sepanjang hidup berada ia merasa seperti berada dalam bayang-bayangan harapan ayahnya sendiri.


Jelang akhir hidup sang ayah ketika ia terbaring tak berdaya dia berkata, "Saya pegang tangan ayah saya. Aneh sekali rasanya karena saya tak pernah dekat dengan beliau baik secara fisik maupun psikis." Dengan kepergian sang ayah yang tersisa hanya kenangan pahit serta sebuah lubang besar yang tak akan pernah terisi tentang seorang anak yang haus akan kedekatan dan ekspresi kasih sayang dari ayahnya sendiri.


Ketika saya bertanya apa menurut dia pelajaran yang bisa diambil dari hubungan yang sedemikian rupa dengan ayahnya dia menjawab bahwa itu adalah hal yang tidak mudah tapi bagaimanapun ia adalah bagian dari proses mencari kedamaian bagi dirinya sendiri.


Saya menarik nafas dalam-dalam dan menjadi merenung karenanya. Tentang betapa dalam dampak yang diakibatkan dalam sebuah interaksi antara orang tua dan anak. Bagaimana itu bisa membentuk si anak dan membayangi mereka berpuluh tahun lamanya. Kadang kita sebagai orang tua tidak sadar betapa kita merusak jiwa anak-anak kita yang fitrah karena menuruti ego yang masih demikian menggurita...

No comments:

Post a Comment