NGE-FANS
Perilaku para fans itu sering bikin geleng
kepala.
Mereka rela ngantri berlama-lama bahkan
sampai bermalam di sekitar arena pertunjukan demi melihat sang idolanya tampil.
Demi melihat aksi idolanya secara langsung itu
mereka tak sedan merogoh saku yang cukup dalam, sambil pinjam dan minta
sana-sini kalau perlu.
Apapun yang idolanya lakukan senantiasa
dipantau. Mode rambutnya ditiru, jenis pakaian dan perhiasannya diikuti.
Segala apa yang keluar dari lisan dan
kehidupan sang bintang pujaan selalu diikuti tanpa kehilangan jejak.
Orang itu kalau sudah ngebet dan jatuh hati
sama seseorang, apapun yang datang dari orang itu akan indah rasanya. Kadang dalam
sebuah pertandingan bola, seorang pemain kelas dunia akan melempar baju yang
dia kenakan yang penuh keringat itu ke arah penonton dan para fans akan
berebutan untuk mendapatkannya. Tidak masuk akal.
Tapi memang perilaku fans itu tidak untuk
dipahami di ranah akal, memang hanya bisa diraba dalam tataran perasaan. Karena
cinta itu tak butuh logika.
Itu level nge-fans sama makhluk di tataran
dunia. Yang perilakunya seperti kerbau dicocok hidung. Apa saja yang datang
dari sang bintang pujaan selalu disukai, selalu dicermati, selalu dinanti.
Kalau boleh jujur, kita bisa ngga ya
se-ngefans begitu sama Tuhan? Sehingga apapun ketetapannya disambut dengan sorak-sorai.
Apapun titahnya diikuti tanpa bertanya-tanya, pokoknya jadi tren kehidupan saja
otomatis. Apapun pembagian-Nya dijalani saja, sampai rela bangun di sepertiga
malam, ngantri di ajang umrah dan haji,
menyisihkan rezeki yang ada. Apapun yang datang dari-Nya disambut suka cita.
Mirip para fans menyambut dengan suka cita dan euforia.
Artinya, kalau masih mempertanyakan
takdir-Nya, mengeluhkan pembagian rezeki-Nya, merasa berat hati menjalani
ketetapan-Nya. Jangan-jangan memang kitanya yang ngga nge-fans banget sama Dia.
Akhirnya semua dirasa jadi beban dan tidak happy menjalani kehidupan. Tapi
karena hati hanya memiliki satu rongga. Ketika seseorang tidak mencintai
sesuatu, itu karena semata-mata ada obyek kecintaan lain yang tengah bercokol
di singgasana hati itu. Walaupun Tuhan kerap disebut dalam shalat misalkan,
tapi yang lebih didambakan adalah tuhan-tuhan lain yang lebih mengendalikan
hidupnya. Ia bisa berupa obyek-obyek hawa nafsu seperti kebanggaan, nama baik,
pangkat, jabatan, status kehidupan, popularitas, kehormatan, prestasi dll. Atau
obyek-obyek syahwat sepetri kecintaan kepada perempuan, laki-laki, comfort life, makanan enak, tidur enak,
rumah mewah, mobil mewah dll.
Mestinya fans sejati adalah ia yang obyek
fanatismenya adalah Tuhan semata. Sebagaimana asal kata “fanatik” sendiri yang
berasal dari kata Latin “fanaticus” yang berkaitan dengan “kuil” atau “fanum”-
sesuatu yang dikaitkan dengan “religious maniac” di abad ke-17. Sekarang,
obyek-obyek fanatisme itu sudah berubah menjadi bentuk-bentuk lain (idols) yang
nyata, bisa dilihat, bisa diraba, bisa ditonton dll. Memang tidak mudahnya
mencintai Dia Yang Gaib – tanpa pertolongan Allah Ta’ala. Hanya fans sejati
yang bisa menembus semua penghalang yang ada.[]
No comments:
Post a Comment