Kalau bisa, Allah tentu akan berkomunikasi lamgsung kepada semua manusia. Tapi karena tingkat akal untuk memahami bahasa-Nya berbeda-beda, bahkan sebagian besar tak paham dengan segenap isyarat-Nya yang halus. Maka diutuslah sekian utusan berupa manusia yang dapat berkata-kata dalam bahasa kaumnya.
Yang harus dipahami adalah bahwa ketika Allah Ta'ala mengangkat seorang manusia menjadi penyampai pesan (the messenger) titah atau 'amr yang turun pada dasarnya dapat dikenal oleh seluruh semesta alam. Ini yang diisyaratkan oleh hadits Rasulullah saw bahwa kalau seorang yang berilmu (tentang Allah) meninggal dunia, maka bersamaan dengan itu hilang pula akses semesta kepada pancaran ilmu Ilahiyah. Maka hal itu yang ditangisi oleh burung-burung, ikan-ikan dan gunung-gunung. Kalau alam semesta adalah ciptaan yang berserah diri dan selalu rindu mengenal-Nya.
Dalam dunia tasawuf pernah ada kisah seorang waliyullah yang sangat miskin. Sedemikian miskinnya beliau hingga tak mampu membeli alas kaki, hingga ia berjalan kemana-mana dengan tanpa alas kaki. Dikabarkan bahwa semasa beliau hidup bahkan binatang tak berani buang hajat di jalanan yang menjadi rute perjalanan jalan kaki sang waliyullah itu sehari-hari. Hingga suatu hari datanglah seorang waliyullah dari kota lain dan berkunjung memasuki kota itu. Akan tetapi terkejutlah ia melihat kondisi beberapa jalanan yang dipenuhi kotoran hewan. Maka pahamlah ia bahwa sang waliyullah telah tiada...
No comments:
Post a Comment