Sunday, July 18, 2021

 Beberapa hari lalu kami mengundang guru les bahasa Elia ke rumah. Orang Belanda berambut coklat usia 20 tahunan, sedang ambil program studi magister, tidak tanggung-tanggung sekalian 2 program master dia ambil. Anak perempuan ini memang pintar, santun dan bagus pendekatannya saat mengajar kepada anak. Karenanya sebagai bentuk terima kasih, kami undang dia untuk makan malam bersama. Di Eropa khususnya, dimana orang sangat menjungjung tinggi nilai privacy, jika ada yang mengundang kita ke rumahnya itu berarti orang itu benar-benar menyukai kita sampai mau membuka pintu rumahnya.


Setelah makan, seperti biasa obrolan mengalir ke masalah agama dan filosofi. Diskusi favorit keluarga kami jika mengundang tamu. Seperti kebanyakan orang Belanda, dia adalah seorang agnostik, bukan ateis ya. Dia masih menyimpan reasonable of doubt tentang keberadaan Tuhan. Tapi umumnya ide tentang alam barzakh dan hari akhirat atau life after death adalah sesuatu yang mereka tepis jauh-jauh. Alasannya umumnya sederhana, tidak ada yang bisa membuktikannya. Tapi gadis ini berkata, "Walaupun demikian, saya juga tidak bisa membuktikan  bahwa itu tidak ada." 


Keyakinan tentang hidup setelah mati, surga dan alam jiwa memang diperkenalkan oleh khazanah agama. Saya sempat merenung, jika saya dilahirkan di keluarga yang agnostik maka saya akan jadi seperti dia. It could have been me. Yang menganggap jika seseorang meninggal ya sudah begitu saja. Game over. We cease to exist. Maka wajar jika dengan cara pandang yang demikian semua dipertaruhkan di kehidupan dunia ini. Padahal ada sekat-sekat takdir di alam ini yang demikian kuat, yang membuat kita harus menyadari keberadaan qadha dan qadar-Nya serta mengimaninya.


Obrolan pun berlanjut seru. Tentang kitab suci, apa fungsinya, siapa yang menulis. Dan bicara tentang kitab suci, anak ini suatu hari pernah membaca Al Quran. Kok bisa? Dia tak sengaja menemukan kitab itu tergeletak di rak buku temannya. Dia buka dan baca versi terjemahan dalam Bahasa Belanda. Ingin tahu katanya apa isinya yang membuat milyaran orang di dunia demikian patuh kepadanya. 


Saya tersenyum mendengarnya. Dalam hati somehow ada sebuah kabar gembira untuk anak ini. Bahwa Tuhan yang menurunkan kitab suci itu tak akan mengizinkan seseorang menyentuh apalagi membacanya dengan tanpa tujuan. Semoga suatu saat dirinya diberi hidayah. Aamiin...

No comments:

Post a Comment