Friday, September 6, 2019

I want to make a confession.
Dulu waktu SMA pernah beberapa kali tidak mengerjakan pekerjaan rumah mata pelajaran Kimia, karena tidak mengerti. Walhasil saya berpagi-pagi datang dan nyontek kawan saya yang lebih jago kimianya.

Saya keok kalau disuruh mengerjakan  soal kimia. Tapi kalau disuruh mengerjakan matematika atau fisika, senang sekali. Maka setiap diberi pe-er kimoa itu horror. Sebagai upaya memahami ilmunya saya ambil les privat ke guru senior kimia, almarhum Pak Tochidi. Lewat beliau saya jadi jauh lebih paham ilmu kimia.

Rasa horror belum mengerjakan pe-er itu saya ingat masih terbawa minpi bahkan belasan tahun kemudian. Beberapa kali saya terbangun tidur lamgsung bertanya, "eh belum ngerjain pe-er!šŸ˜±" Haduh, horror banget rasanya.

Takut. Itulah rasa yang mencengkram.
Itu baru persoalan pe-er yang bisa disiasati dengan bantuan teman atau guru.
Nah nanti kalau kita keburu berpindah ke alam lain sementara amanah misi hidup belum dikerjakan. Masya Allah. Saya tak bisa membayangkan kengerian yang ada. Lebih baik saya jadi debu saja...

Setiap manusia itu tutur Jalaluddin Rumi punya peran spesifik dalam hidup. Beliau menggambarkan seperti seorang menteri diutus oleh Raja ke sebuah tempat untuk membangun sebuah jembatan. Menteri itu dikirim kesana dengan dilengkapi sekian banyak tenaga manusia, perkakas dan material untuk membangun jembatan. Sang menteri punya tenggat waktu tertentu untuk menyelesaikan misi pentingnya.

Akan tetapi setibanya di tempat tujuan. Menteri itu malah terpukau dengan keindahan alam dan penduduknya. Alih-alih membuat jembatan, ia tersibukkan oleh membuat sekolah, bangunan ibadah, teater dll. Hingga waktu yang ditentukan tiba dan ia pun dipanggil kembali menghadap sang Raja.

Kira-kira, kalau kita jadi Raja. Apakah akan senang jika misi tersebut tidak dipenuhi? Walaupun barangkali sang menteri berdalih dengan telah membuat ini-itu. Tentu tidak bukan?

Demikianlah. Siapa kita. Apa bekal yang Allah berikan  kepada kita. Apa yang harus dikerjakan dalam penggal sisa waktu yang singkat ini semuanya harus dapat terbaca. Agar kita tidak terlalaikan seperti menteri itu. Mengerjakan banyak hal tapi melalaikan satu tugas utama. Hidup menjadi orang lain demi memuaskan dan gengsi terhadap orang tua, tetangga, masyarakat tetapu tidak menjadi diri sendiri, sesuatu yang kita dicipta untuknya.

Jika itu yang terjadi maka kira-kira saat berpindah alam dan terbangun di sana rasa horrornya akan jutaan kali lebih dahsyat dibanding pengalaman saya dulu yang terbangun di pagi hari dengan keadaan belum membuat pe-er.šŸ˜­Naudzubillahimindzaalik...

No comments:

Post a Comment