Suluk itu pada
hakikatnya adalah sebuah perjalanan membaca ke dalam diri kita. Jadi kalau kita
masih tertawan dongkol oleh perlakuan orang lain, kesal tak habis-habis oleh
perilaku pasangan atau orang tua atau oleh segenap takdir kehidupan yang
menimpa, masih marah yang berkelanjutan karena merasa disakiti atau ditipu.
Maka kita secara telak telah gagal berkaca ke dalam diri melalui kaca pembesar
yang Allah kirim melalui semua fenomena itu.
Kita demikian
sibuk tertawan oleh fenomena, seperti seseorang yang menerima surat cinta,
alih-alih membaca isi suratnya ia sibuk menganalisis kenapa suratnya terlambat
diterima, mengapa amplopnya berwarna begitu, mengkritisi bentuk kertas dan
tulisan serta semua hal yang tidak esensial dan lalai dalam menangkap pesan
cintanya.
Amsterdam, Senin 27 Juli 2020
16.25 di musim panas yang mendung
No comments:
Post a Comment