Tuesday, September 6, 2022

 JEJAK PANJANG SEBUAH INGKAR JANJI


Seseorang pernah menjanjikan memberikan buku alamat kecil. Janji itu terucap sekitar 37 tahun lalu. Dan sampai sekarang buku itu tidak pernah saya terima. Buku alamat kecil berwarna merah yang kala itu masih seharga 200an rupiah.


Itu salah satu yang mengguncang diri saya dan membuat saya merenung. Bisa ya, orang janji tapi kemudian tidak ditepati. Walaupun saya tagih berkali-kali ia tetap tidak memedulikannya.

Kesimpulan saya, janji manusia tidak bisa dipegang.


So i grew up with that believe. Bahwa manusia kurang dapat dipercaya. Sedemikian dalamnya kepercayaan saya sampai-sampai ketika ada ujian salah satu pelajaran di SD yang dalam soalnya menyatakan demikian: 


Ketika kamu ada di perempatan lampu merah, kau melihat lampu lalu lintas berwarna merah, tapi ada polisi yang memberikan sinyal untuk terus jalan. Apa yang akan kamu lakukan?

A. Mengikuti instruksi polisi

B. Diam saja karena polisi bisa salah.


Bisa diduga, saya memilih opsi B ;)


Dan jejak itu saya bawa berlari hingga tumbuh dewasa, ia mengakar menjadi sebuah makhluk bernama 'ketakutan'. Saya tidak menyadarinya hingga Guru saya berkali-kali menyindir saya, "Tessa ini takut menikah". Ah, masa? Saya masih dalam modus penyangkalan diri. Belum terbaca saat itu bahwa kekecewaan saya bertransformasi menjadi ketakutan. Takut dikecewakan, takut disakiti. Karena manusia rentan ingkar janji.


Tapi rasa skeptis yang sama kepada manusia dan dunia secara umum membawa saya pada pencarian kepada sesuatu yang tidak akan pernah bisa mengecewakan. Dan itu adalah Tuhan, yang tak pernah ingkar janji. Sebuah pengembaraan panjang untuk mencari sebuah makna "kepastian hidup". Sesuatu yang membuat kita menjejak dalam keseharian dan tidak mudah terombang-ambing oleh isu sementara yang akan selalu datang dan pergi. Oleh emosi yang berputar bagai siang dan malam. Oleh aliran takdir yang pasang surut. It's all just temporary, transient, momentary, short-lived, evanescent, ephemeral, you name it...


Jadi, saya tak pernah mendapatkan buku alamat merah kecil itu yang mungkin sekarang sudah tak dicetak lagi. Tapi kesan yang mengemuka karena kekecewaan yang muncul berpuluh tahun yang lalu telah menggelindingkan saya ke dalam sebuah petualangan yang menakjubkan. Like Alice in wonderland the deeper we go into the rabbit hole the more curiouser and curiouser we've become!

No comments:

Post a Comment