BELAJAR BERBISIK DENGAN ALLAH
Salah satu tantangan menjadi orang tua adalah mendera kerinduan untuk menyepi, bahkan di rumah sendiri. Kehadiran buah hati membuat dinamika rumah berubah. Memang suasana jadi ceria. Tapi ada saat-saat kita ingin sendiri, mendengarkan suara hati. Ingin larut dalam dzikir panjang dan shalat yang hening. Tapi kenyataannya - apalagi di lima tahun awal usia anak - momen-momen sepi hanya ada saat anak sedang tidur. Dan sulitnya bahkan di saat itu kerap kali kita pun ikut tertidur karena kelelahan.
Kuncinya adalah beradaptasi. Itu indahnya agama (diin). Dia sangat memfasilitasi penghambaan seseorang di setiap episode. Seperti ketika orang sakit, dia bisa shalat dengan duduk atau berbaring dan bahkan hanya memberikan isyarat. Artinya hati tak henti dialog dengan Allah Ta'ala, karena esensi shalat adalah dzikir. Kondisi tubuh dan keadaan sebenarnya tak menghalangi hati untuk senantiasa bermunajat kepada-Nya.
Sebagai orang tua, kita akan belajar beradaptasi untuk shalat. Kadang sambil menggendong si kecil yang sedang demam dan inginnya digendong terus. Kadang sedang rukuk, tiba-tiba dia manjat punggung kita, mengira kita mengajak dia main kuda-kudaan. Atau berdzikir usai shalat sambil sesekali melempar balik bola yang dia umpankan. Si anak dunianya bermain. Dan di awal waktu, kita - orang tua - adalah semestanya. Respon kita yang baik kepada anak, terutama di 1000 hari awal fase tumbuh kembangnya terbukti secara ilmiah akan memiliki dampak besar dalam tahap berikutnya.
Saya akhirnya belajar ber-uzlah dengan kondisi yang ada, dengan kondisi repot mengurus dua anak. Karena yang ditarget dalam uzlah bukan menghindari manusianya, tapi lebih ke bermunajat kepada Allah Ta'ala. Justru yang saya rasakan, dengan dikondisikan berada memiliki waktu dan kesempatan yang sempit, malah lebih efektif dalam bermunajat kepada-Nya.
Belajar berbisik kepada Allah saat mengayun-ayun si bayi.
Belajar berbisik kepada Allah saat menyuapi dia makan.
Belajar berbisik kepada Allah saat melipat pakaiannya.
Mengubah kegiatan keseharian yang di awal tampaknya sangat monoton - cenderung membosankan dan menyita waktu serta tenaga - menjadi sebuah momen emas yang menyenangkan. Itu bisa dilakukan tatkala hati bersungguh-sungguh dalam memanggil-Nya. Dan Dia tidak pernah mengabaikan panggilan hamba-Nya, sekecil apapun itu. Kita mendekat kepadanya berjalan, Dia mendekat kepada kita dengan berlari.
Itu episode pembelajaran dari Allah, to learn to be okay with life's destiny. Belajar nrimo apapun keadaan hari ini. Dalam urusan ibadah khususnya, mengalir saja. Tak perlu ngoyo menginginkan sesuatu yang tak terjangkau kesempatannya di saat ini. Justru tantangannya adalah menjadikan semua keadaan itu sebagai anak tangga untuk mi'raj. Naik menghadap kepada-Nya. Ajaib.
Amsterdam, 27 Juni 2022
Senin, 8.43 pagi
No comments:
Post a Comment