Mengalah itu tidak sama dengan kalah.
Mengalah tidak membalas kata-kata buruk dan cacian bukan berarti kita keok. Justru jiwa kita melambung karena bisa menahan diri.
Menahan diri itu tidak identik dengan kelemahan.
Menahan diri saat bisa membalas keburukan seseorang di saat diri mampu itu lebih mulia. Justru itu tanda kekuatan jiwa seseorang.
Melepas seseorang bukan berarti kita kehilangan dia.
Ketika yang kita kasihi berpulang ke rahmatullah, justru hati bertambah dekat lewat doa-doa tulus yang kita panjatkan. Melebihi doa yang biasa ditujukan di kala yang bersangkutan masih ada.
Itulah paradoks kehidupan. Di balik apa yang hilang ada sesuatu yang dihadirkan. Di balik apa yang kurang ada hal yang ditambahkan. Di balik apa yang dipandang terlambat ada sesuatu yang disegerakan.
Agar wajah kita tidak melulu tertambat pada hal-hal yang bersifat materi. Karena dunia itu fana sifatnya. Tidak abadi. Adapun Tuhan menghendaki keabadian untuk kita. Maka di balik sebuah pengorbanan sekecil apapun itu, justru ada sesuatu anugerah yang Dia turunkan agar jiwa kita bertumbuh. Melambung ke langit tertinggi.[]
Amsterdam, 7 Juni 2022/ 8 Dzulqa'dah 1443 H
17.25 sore
Di sela menggoreng ayam untuk makan malam
No comments:
Post a Comment