Tuesday, June 7, 2022

 QURBAN & SACRIFICIUM


Keduanya kerap diterjemahkan secara umum sebagai "kurban", "pengorbanan" tapi jika ditelisik asal katanya maka ada sebuah pemahaman yang berkelindan diantara keduanya.

Kata "qurban" dalam bahasa Arab berasal dari kata "qoroba" artinya "dekat". Bisa jadi istilah ini diserap dalam Bahasa Indonesia menjadi "karib". Kita katakan teman karib merujuk kepada teman yang dekat. Artinya ibadah qurban adalah sesuatu yang tujuannya menjadikan kita menjadi lebih dekat kepada Allah Ta'ala.

Tapi, bagaimana bisa lebih dekat karena Allah toh tidak menikmati daging kurban tersebut? Dalam surat Al Hajj:37 Allah Ta'ala bahkan berfirman,

Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu.

Jadi yang membuat kita dekat dengan-Nya adalah karena adanya elemen ketaqwaan yang menyertai pelaksanaan ibadah itu. Kata "taqwa" ini tak lama akrab di telinga kita. Karena kita baru saja berpamitan dengan bulan suci Ramadhan dimana dikatakan dalam Al Quran bahwa shaum itu diwajibkan agar kamu bertaqwa (QS Al Baqarah : 183)

Ada kemiripan sebenarnya antara ibadah shaum dan ibadah qurban. Dua-duanya memerlukan pengorbanan. Yang satu mengorbankan keinginan makan, minum, berhubungan suami istri di siang hari dan yang lain mengorbankan harta karena membeli kambing kualitas C di tahun ini sudah tidak murah. Saya cek hari ini harganya sudah di atas 3 juta rupiah. Bukan jumlah yang sedikit untuk kebanyakan orang. Tapi mahal dan murah itu kan memang relatif. Maka untuk yang uang di tabungannya hampir 10 digit, malu dong kalau cuma kurban kambing. Bukan malu sama manusia, tapi malu sama Allah yang meminjamkan semua fasiltas dan rezeki itu. Untuk Tuhan kok pelit amat...

Tapi ya itu, tidak mudah. Makanya butuh mentalitas pengorbanan atau "sacrifice" - dari akar kata Latin "saceres" yang artinya untuk mensucikan. Artinya pengorbanan yang diniatkan untuk Allah itu otomatis akan mensucikan jiwa dari debu-debu kemelekatan dunia dan selainnya.

Saya jadi ingat, kisah para sahabat yang berhaji bersama Rasulullah, ketika diberi dua opsi beribadah mereka akan cenderung memilih yang paling berat. Berat itu bagi hawa nafsu mereka karena bagi jiwa, jalan seterjal apapun akan dia tempuh karena kerinduan dan kebutuhannya yang demikian besar kepada Allah Ta'ala.

Jadi, pilihlah opsi kurban yang terberat bagi hawa nafsu. Persembahkan untuk Allah yang terbaik. Itu satu-satunya jalan agar jiwa kita bertumbuh. Supaya seiring dengan dipotongnya hewan-hewan kurban itu, mati pula sifat-sifat binatang dan tarikan duniawi di hati kita. Agar petunjuk-Nya semakin jelas. Dan seiring dengan terbebasnya si jiwa dia akan makin menjejak di jalan setapaknya. Sebuah jalan kesejatian diri dimana setiap orang harus menemukan orbit thawafnya masing-masing. Karenanya walaupun yang bersangkutan sedang tidak secara fisik ke tanah suci, semoga persembahan qurbannya menjadikannya seorang haji mabrur, haji yang hakiki. Aamiin.[]

Musim panas yang berangin dingin dan kencang di Amsterdam, 7 Juni 2022 / 8 Dzulqa'dah 1443 H
16.43

No comments:

Post a Comment