Wednesday, June 1, 2022

 IHWAL TIDUR MEMBELAKANGI SUAMI


Dulu saya agak mengernyitkan dahi membaca hadits Rasulullah saw bahwa kalau perempuan tidur membelakangi suami maka akan dilaknat oleh malaikat. Kenyataannya kita tidur kan sering tidak sadar berbalik. Dan ada kalanya saya senang tidur membelakangi suami dan dia memeluk dari belakang. Tapi itu berarti secara praktis saya membelakangi suami juga. Di satu sisi katanya agama itu tidak memberatkan. Jadi bagaimana membaca hal ini?

Saya kemudian menemukan jawaban yang lebih melegakan dan masuk akal dalam khazanah tasawuf. Karena ulama tasawuf lebih membahas aspek ihsan, the inner dimension of Islam - maka kita bisa melihat lapisan lain di balik sebuah syariat yang ada, apapun itu. Sehingga dalam penerapannya tidak kaku dan sangat elegan.

Jadi, sejauh yang saya pahami tentang tidur membelakangi suami esensinya adalah ke penghadapan hati. Itu justru yang paling penting. Karena bisa saja seorang istri tidur menghadap suami tapi hatinya ngedumel, menyepelekan dia bahkan membencinya. Lebih jauh lagi, ada seorang istri yang mengatakan bahwa tak ada kebaikan satupun pada diri suaminya, dan itu membuat Rasulullah saw marah hingga mengatakan bahwa perempuan seperti itu ahli neraka. Wajar sebenarnya Rasulullah saw berkata seperti itu, karena belumlah dia menjelang neraka yang sesungguhnya dalam kehidupan yang sekarang pun hatinya sudah penuh amarah dan kebencian kepada pasangannya sendiri. Itu sudah merupakan neraka kehidupan tersendiri baginya.

Itu baru satu aspek dalam berumah tangga. Makanya berumah tangga itu bukan hal yang mudah sebenarnya. Ini sekaligus pesan untuk para jomblo dan jomblowati, ojo kesusu. Nikmati masa lajangmu dan gunakan sebaik-baiknya untuk meraup ilmu tentang kerumahtanggaan dengan baik. Karena menikah itu tak cukup dengan cinta. When the honeymoon is over then the reality will bite you.

Apalagi rumah tangga yang didasarkan dengan niat untuk beribadah, jadi bukan sekadar samenleven atau kumpul kebo. Ada sebuah muatan sakral di dalamnya, sesuatu yang Allah hadir di sana secara praktis untuk mentransformasi setiap orang melalui penyatuan dalam rumah tangga itu agar benar-benar membuahkan berkah, sakinah, mawaddah wa rahmah.

Rasulullah saw mengatakan menikah adalah separuh diin (agama) dan temukan separuhnya lagi dengan taqwa. Dari sepenggal hadits itu saja banyak hal yang harus didalami. Kita sering mendengar kata diin dan taqwa, tapi apakah betul-betul paham dan lagi menghayatinya dalam keseharian. Apa itu diin? Apa itu taqwa? Coba terangkan dengan gamblang kepada anak berusia 6 tahun, dan Anda akan menyadari level pemahamannya sejauh apa. Karena jika kita tidak bisa menerangkan sebuah konsep secara sederhana hingga bisa ditangkap oleh anak SD, bisa dikatakan pemahaman kita akan konsep itu masih mengawang-awang. Belum menjejak.

Ada hukum dalam berumah tangga yang harus kita pahami. There are roles to play. Jika kita tidak paham itu maka yang muncul adalah keruwetan dalam rumah tangga. Yang ada rumah tangga yang rapuh, mudah oleng oleh sapuan kesempitan ekonomi atau isu ini dan itu.

Jadi salah satu sumber keruwetan dalam rumah tangga adalah adanya salah satu hukum yang tidak disepakati oleh kedua belah pihak. Aturan mainnya jadi tidak jelas. Padahal Allah Ta'ala memperingatkan dalam Al Quran, "Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak memiliki pengetahuan tentangnya" (QS Al Isra :36). Jadi manakalah kita mengambil sebuah langkah yang kita belum punya pengetahuan disitu maka terkena azabnya sendiri. Ketidaksiapan kita menyebabkan bahteranya bocor lalu oleng bahkan oleh gelombang yang kecil sekalipun.

Maka membereskan perkara rumah tangga ini betul-betul sebuah pondasi bagi seseorang. Dia tidak akan bisa tenang dan tegak berkarya ke luar sementara keadaan rumah tangganya belum rapi. Itu tadi, diawali dengan sebuah penghadapan hati yang baik dan benar. Tidak sekadar menghadapkan wajah secara fisik di saat tidur.[]

Amsterdam, 1 Juni 2022 / 2 Dzulqa'dah 1443 H
9.14 pagi

No comments:

Post a Comment