Wednesday, February 27, 2019

Tentang 'Islam Liberal'

Bagaimana pendapat teteh tentang Islam Liberal?

Saya kurang banyak membaca literatur tentang sejarah pertumbuhan Islam Liberal. Bukan spesialisasi saya 😊 Akan tetapi dalam pandangan saya istilah “Islam Liberal”tersebut adalah sesuatu yang rancu. Ia menyiratkan seolah “Islam” demikian mengekang sampai harus diberi embel-embel “Islam Liberal”.

Akan tetapi melihat dalam kerangka zaman kita per hari ini dimana realisasi ajaran Islam yang sebenarnya sedang dalam titik nadir sehingga orang kesulitan memahami contoh ajaran Islam seperti yang Rasulullah saw dan para sahabat jalani dalam keseharian. Inti ajaran Islam semakin tidak tersentuh ketika banyak pengikutnya hanya fokus kepada penampilan luar dan syariat lahiriyah dengan melalaikan aspek syariat batiniyah. Sehingga penampilan syariat ini dipandang keras, hitam-putih, tidak ada kompromi, asal main berangus kalau berbeda, sangat mudah melayangkan fatwa haram atau bid’ah dsb yang membuat orang takut dan memandang Islam tidak lagi ajaran yang bersifat “rahmatan lil ‘alamiin” seperti yang ditunjukkan oleh akhlak mulia baginda Rasulullah saw. Sehingga bisa dipahami jika ada upaya sebagian kelompok masyarakat yang ingin melepaskan diri dari stigma Islam yang keras seperti itu dengan melabel “Islam Liberal, Islam Progresif”dst.
Mari kita kembali menengok aspek agama (ad diin) yang diajarkan Rasulullah saw dalam hadits sbb:

Umar bin Khaththab Radhiyallahu anhu berkata :
Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi, kemudian ia berkata : “Hai, Muhammad! Beritahukan kepadaku tentang Islam.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Islam adalah, engkau bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar melainkan hanya Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasul Allah; menegakkan shalat; menunaikan zakat; berpuasa di bulan Ramadhan, dan engkau menunaikan haji ke Baitullah, jika engkau telah mampu melakukannya,” lelaki itu berkata,”Engkau benar,” maka kami heran, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya.
Kemudian ia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang Iman”.
Nabi menjawab,”Iman adalah, engkau beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,” ia berkata, “Engkau benar.”
Dia bertanya lagi: “Beritahukan kepadaku tentang ihsan”.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihatNya. Kalaupun engkau tidak melihatNya, sesungguhnya Dia melihatmu.”
Lelaki itu berkata lagi : “Beritahukan kepadaku kapan terjadi Kiamat?”
Nabi menjawab,”Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.”
Dia pun bertanya lagi : “Beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya!”

Nabi menjawab,”Jika seorang budak wanita telah melahirkan tuannya; jika engkau melihat orang yang bertelanjang kaki, tanpa memakai baju (miskin papa) serta pengembala kambing telah saling berlomba dalam mendirikan bangunan megah yang menjulang tinggi.”
Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi bertanya kepadaku : “Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?”
Aku menjawab,”Allah dan RasulNya lebih mengetahui,” Beliau bersabda,”Dia adalah Jibril yang mengajarkan kalian tentang agama (ad diin) kalian.” [HR Muslim, no. 8] [1]

Dalam hadits tersebut Allah mengajarkan dengan mengutus Jibril as mengenai tiga pilar ad diin (agama) yaitu islam, iman dan ihsan. Pilar islam tercakup dalam aspek ilmu syariat. Pilar iman tercakup dalam aspek ilmu tauhid. Sedangkan pilar ihsan tercakup dalam ilmu tasawuf, dalam ilmu tentang olah rasa.

Ketika pilar agama Islam tidak semuanya ditegakkan, Islam yang kehilangan aspek ‘rasa’ dan estetikanya, maka ‘delivery’nya menjadi kaku dan terasa dipaksakan, ini salah satu yang menjadi sebab persepsi orang tentang agama Islam dianggap sebagai agama yang seolah tidak toleran, tidak menghargai perbedaan, mengekang dan bersifat eksklusif. Padahal contoh yang diperagakan oleh Rasulullah saw sungguh jauh dari semua yang orang banyak persangkakan. Allahumma shalli ‘alaa sayyidina Muhammad…

No comments:

Post a Comment