“Kamu menikah 11 kali pun akan menghadapi hal yang sama!” demikian keras teguran sang guru kepada saya yang kadang masih mengeluh dan ‘merengek’ seperti anak kecil dalam menghadapi ketidakcocokan dan ketidaksukaan dalam rumah tangga.
Pantaslah penyatuan dalam pernikahan diganjar dengan separuh ad diin (agama) karena melalui pernikahan ini kita mencoba menegakkan kebaktian kepada-Nya dengan haq melalui jatuh-bangun, pasang-surut dan bahagia-sedih dalam dinamika rumah tangga.
Perlahan tapi pasti Allah mengajarkan bahwa hal-hal yang tidak kita saya sukai ada dalam pasangan ternyata merupakan pantulan dari kualitas tertentu yang ada di dalam hati. Awalnya saya kerap dalam fase ‘denial’, menyangkal, “ah saya kan ngga kaya gitu”. Tapi kalau ditilik secara seksama dan jujur melihat, kualitas yang sama ada di dalam hati saya hanya wujudnya saja yang berbeda.
Akhirnya saya bisa lebih berdamai dan menunduk dengan semua keadaan ini, karena semakin menyadari bahwa Allah Yang Maha Baik sedang membantu untuk membersihkan jiwa dengan menaruh cermin hidup yang sangat canggih dalam hidup, sebuah cermin yang bisa menampakkan apa isi hati.
Dalam hukum pemantulan cahaya (law of reflection) disebutkan salah satunya bahwa, “sudut datang sama dengan sudut pantul”, artinya koordinat yang tertampakkan dalam cermin kehidupan di hadapan hanya bayangan dari sebuah wujud lain di koordinat dalam cakupan sudut yang sama.
I rest my case.
Saya terima semua proses pemurnian ini ya Rabb. Insya Allah.
Jalaluddin Rumi berkata: “Siang dan malam engkau senantiasa berperang berupaya mengubah akhlak lawan jenismu, untuk membersihkan ketidaksucian mereka dan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka.
Sungguh! Lebih baik mensucikan dirimu sendiri melalui mereka daripada mensucikan mereka melalui dirimu sendiri. Ubahlah dirimu sendiri melalui mereka. Hadapilah mereka dan terimalah apa saja yang mereka katakan, walaupun dari sudut pandangmu ucapan mereka itu terdengar aneh dan tidak adil…”
No comments:
Post a Comment