Kalau ditanya apa ingatan yang paling berkesan tentang almarhum ayah saya. Maka jawabannya adalah pada suatu sore yang mendung disertai hujan gerimis di kota Bandung. Tanggalnya saya tahu persis, 27 April 1994. Karena itu hari ulang tahun saya.
Sore itu saya dan teman-teman baru selesai belajar di sebuah bimbel di bilangan Jl. Purnawarman. Saat berlari kecil hendak mengambil sepeda motorku, ayah berdiri di dekat pintu gerbang sambil melambaikan tangan tinggi-tinggi dengan senyumnya yang khas, ceria dan penuh kehangatan.
Wow what a pleasant suprise! Ujar saya dalam hati. Saat itu ayah sudah berpisah rumah dengan mama. Jadi sama sekali tidak menyangka akan bertemu beliau disini. He obviously remembered my birthday❤️
“Selamat ulang tahun Tes!” katanya sambil memelukku. Aku pun balas memeluknya erat-erat.
“Ayo kita ke pameran buku!”kata ayah bersemangat. Dia tahu betul putrinya doyan melahap buku.
“Ayo kita ke pameran buku!”kata ayah bersemangat. Dia tahu betul putrinya doyan melahap buku.
Kebetulan saat itu memang tengah berlangsung pameran buku di Braga. Kami pun kesana. Dan aku menemukan buku yang sampai saat ini tak kunjung selesai aku membacanya. Judulnya, “Minhajul ‘Abidiin” karya Imam al Ghazali. Saat itu sedang diskon, dibandrol delapan ribu rupiah saja. Sampai sekarang pun bandrol itu masih menempel erat di sampul belakang buku itu.
Saya tahu kondisi keuangan ayah sedang pas-pasan saat itu, cukup tahu diri untuk hanya memilih satu buku di bawah harga sepuluh ribu rupiah. Demikian pun saat ditanya mau makan atau tidak, aku memilih jajan pasar saja, murah. Yang penting kami meluangkan waktu bersama sambil bertukar cerita.
Selesai makan, kami berpisah di pinggir jalan Buah Batu karena ayah hendak naik angkutan umum ke arah yang berbeda. Aku cium tangannya dan berkata terima kasih untuk kejutan dan hadiahnya. Aku tunggu beliau sampai naik angkutan umum yang membawanya lambat laun menjauh hingga hilang dari pandangan.
Tak terasa air mata menetes di pipi.
Ini adalah hadiah ulang tahun yang paling berkesan buatku.
Dalam kesempitan dan keterbatasannya ayahku masih meluangkan waktu dan memberi putrinya sebuah kejutan yang indah di hari ulang tahunnya.
Pengorbanan itu yang aku rasakan sebagai cinta yang menghangatkan hati.
Ini adalah hadiah ulang tahun yang paling berkesan buatku.
Dalam kesempitan dan keterbatasannya ayahku masih meluangkan waktu dan memberi putrinya sebuah kejutan yang indah di hari ulang tahunnya.
Pengorbanan itu yang aku rasakan sebagai cinta yang menghangatkan hati.
Darinya aku belajar bahwa mengukir kenangan indah bersama anak tak perlu dengan hal yang mewah. Justru bahkan kesederhanaan, ketulusan dan meluangkan waktu - apalagi di saat yang paling tepat- itu yang menoreh kenangan yang dalam di lubuk hati.
Terima kasih ayah, untuk pelajaran hidup yang sangat berharga. Engkau telah mengajarkanku tanpa berkata-kata. Simply by being you❤️
No comments:
Post a Comment