Sunday, March 15, 2020

Seumur hidup saya belum pernah menyaksikan ketakutan massal seperti ini. Orang memborong makanan habis-habisan dan tidak menyisakan barang sebagian untuk yang lain . Dia barangkali lupa yang lain juga butuh makan. Seorang kakek sepuh berjalan lemas sekaligus kesal karena persediaan pasta habis di sebuah supermarket. Banyak yang membeli persediaan untuk berminggu-minggu lamanya. Mereka yang mengandalkan penghasilan dari pendapatan sehari-hari banyak yang gigit jari. Pelanggang menurun drastis, boro-boro membeli persediaan untuk satu minggu. Makanan untuk hari itu pun harus dikurangi jatah dibanding biasanya. Bisnis dan usaha kecil langsung melemah. Perusahaan besar yang memiliki lebih dari 35 ribu karyawan seperti KLM pun dibuat megap-megap menghadapi penurunan penerbangan yang drastis. Bulan depan sekitar 1500 hingga 2000 karyawan siap-siap harus kehilangan pekerjaannya. Beberapa usaha kecil, seperti les privat, kelas yoga, toko kue atau cafĂ© kecil, karena beberapa minggu ke depan atau bahkan bulan- kita tidak tahu – mereka tidak akan melayani pelanggan lagi, jika pemilik gedung tidak memberikan kompensasi atas keadaan luar biasa ini, mereka tidak akan mampu membayar sewa dan harus menutup usahanya. Sungguh sebuah pagelaran besar tentang pengalaman mendekati kematian. Dimulai dari utusannya yang mulia dan memakai mahkota bernama “Coronavirus” Allah izinkan menyebar dan menimbulkan penyakit pada manusia. Diberi nama “Corona” (dari Bahasa Latin) atau mahkota karena virus ini permukaan tubuhnya memiliki tonjolan protein yang berbentuk mirip mahkota. Kehadiran jasad renik ini mengguncang dunia. Saat tulisan ini dibuat, Badan Kesehatan Dunia (WHO) sudah mengumumkan terdapat sejumlah 152.428 kasus yang terkonfirmasi terjangkit penyakit oleh Coronavirus dengan total 5.720 kematian dari 141 negara di seluruh dunia. Persediaan masker dan sanitizer mendadak surut. Membuka peluang bagi pedagang culas untuk menaikkan harga ke tingkat yang tidak wajar. Mengambil keuntungan yang tidak wajar di masa sulit sungguh sebuah kejahatan. Orang takut terkena infeksi virus ini. Kenapa? Takut sakit dan ujung-ujungnya takut mati. Juga yang kehilangan pekerjaan dan usahanya terancam gulung tikar. Ujung-ujungnya sama. Takut mati. Diawali dengan takut tidak bisa membayar ini dan itu. Takut tidak cukup. Takut kurang. Utusan bermahkota itu betul-betul efektif mengeluarkan apa isi hati sebagian besar manusia yang bernama cinta dunia. Karena semua ketakutan dan kekhawatiran berasal dari sana. Ketika kita memeluk dunia demikian erat hingga lupa apa hal yang sejati dan paling penting dalam hidup. Beberapa negara sudah mengeluarkan kebijakan “lockdown” artinya para warga tidak boleh keluar rumah kecuali untuk lima hal : Belanja makanan, membeli obat, ke dokter atau rumah sakit, untuk bekerja (misal petugas kesehatan, petugas transportasi massal dll yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat umum) atau boleh keluar jika untuk mengurus anggota keluarga atau teman yang sakit. Itu kebijakan yang baru dikeluarkan di Spanyol. Versi “lockdown” yang jauh lebih ringan dibandingkan yang diterapkan oleh pemerintah China di Wuhan dengan memotong transportasi dari dan keluar kota itu bahkan kendaraan pribadi dilarang beroperasi di jalanan. Kebijakan ini menyebar ke daerah lain, untuk mengamankan situasi. Tercatat di 760 juta orang terkurung di tempatnya masing-masing. Dan pemerintahnya sangat keras menjatuhkan hukuman bagi yang melanggar, yaitu diancam dengan penjara 3 bulan atau denda yang cukup besar. Dan orang disana tidak bisa curi-curi kesempatan karena pemerintahnya membuat aplikasi khusus untuk melacak pergerakan setiap orang. Contohnya seorang pemilik restoran di kota di luar Wuhan yang kebetulan sempat bepergian ke daerah Wuhan langsung didekati oleh otoritas setempat dan menyuruhnya untuk melakukan karantina. Suatu hari dia keluar rumah untuk memetik sayuran di sekitar, dan berkata tak lama kemudian mendapat telepon yang menyuruh dia untuk kembali ke rumah sesegera mungkin. Pencegahan ala pemerintah China itu dipandang terlalu ekstrem baik secara sosial dan ekonomi, kata Ben Cowling, seorang profesor di bidang epidemiologi dan penyakit infeksi dari Universitas Hongkong. Seharusnya ada keseimbangan antara tindakan melindungi nyawa seseorang dan kehidupannya. Apapun itu, buat saya pribadi yang bersiap menghadapi kemungkinan “lockdown”, bagaimanapun situasi adalah sebuah rahmat, sebuah pertolongan dari Allah Ta’ala dimana kita “diuzlahkan” secara massal. Ketika semua roda kehidupan dunia dibuat berhenti, ketika kebisingan mesin penghidupan dibuat senyap dan semua kesibukan dibekukan. Kita jadi diberi ruang kontemplasi untuk meninggalkan keramaian dan hiruk-pikuk untuk sejenak masuk ke ruang kesendirian. Mencoba menggapai jiwa masing-masing, berupaya mengenalinya dengan sungguh-sungguh. Mencuatkan kembali pertanyaan-pertanyaan fundamental yang sering dinafikan atau terbungkam dengan sekian banyak kegaduhan keseharian yang tak kunjung habis itu. “Tak ada sesuatu yang lebih bermanfaat atas hati sebagaimana uzlah, sebab dengan memasuki uzlah alam pemikiran kita akan menjadi lapang.” – Ibnu Atha’illah, Al Hikam.

No comments:

Post a Comment