Thursday, March 19, 2020
Tenang, masih ada tabungan.”
“Tenang, masih ada deposito.”
“Tenang, biasanya dibantu sama si anu.”
Kalau dalam hidup kita biasa mengandalkan bantuan orang dan bertawakal kepada selain Allah. Selamanya Allah hanya akan jadi sesuatu yang tidak kita puja dengan sungguh-sungguh. Sekadar “lip service” dan menenang-nenangkan hati seolah sudah benar beribadah kepadanya gegara merasa sudah melakukan semua rukun Islam: syahadat, shalat, zakat, puasa bulan Ramadhan dan naik haji.
Nanti ketika seseorang telah wafat, di alam barzakhlah nampak yang mana tuhan yang dia sembah sesungguhnya dengan menjawab pertanyaan malaikat “Man Rabbuka?” – Siapa tuhanmu? Dan yang menjawab saat itu tidak bisa lagi memori yang tersimpan di milyaran sel saraf, karena otak sudah tidak berfungsi dan menjadi santapan cacing-cacing tanah. Ketika itu jiwa kita yang akan menjawab apa adanya.
Bisa jadi jawabannya “pekerjaanku, tabunganku, usahaku, orang tuaku yang selalu membiayaiku atau pasanganku yang mencukupiku” Karena selama hidupnya itu yang dia kenal mencukupi langsung dan menyelesaikan semua permasalahannya. Dia praktis tidak kenal siapa itu Sang Rabbul ‘Alamiin.
Ilusi dunia itu begitu kuatnya hingga banyak yang tertipu disana. Maka ketika kesempitan hidup datang, ketika usaha dibuat sulit, saat kehidupan sepertinya berbalik seratus delapan puluh derajat. Lalu saat yang bersamaan semua tabungan kita habis, handai taulan yang biasa menolong pun dibuat tak berdaya, dunia seakan mencengkeram kita dengan kuat hingga hampir rasanya kita kehabisan nafas. Itulah justru saat Allah ingin memperkenalkan Diri-Nya.
Betapa banyak kejadian di sekitar kita, orang yang sakit parah divonis dokter tinggal beberapa bulan lagi ternyata sampai hari ini masih segar bugar, atau orang yang dibuat bangkrut usahanya dan pontang-panting kesana-kemari, ternyata menjadi seorang ahli sedekah yang luar biasa.
Saat orang seperti berada di ujung jurang itu jeritan hatinya kencang. Kefakiran melanda sekujur dirinya. Sebuah kondisi kehambaan yang mutlak membutuhkan Dia. Dan Allah mengabarkan melalui nabi-Nya, “Aku ada di hati hamba-Ku yang hancur”. Adalah hawa nafsunya yang dihancurkan, syahwatnya yang dihancurkan, sekian banyak keinginan yang dijauhkan dan membuatnya bahkan tidak berselera lagi untuk meminta selain ampunan dari-Nya.
Di saat-saat seperti itu kita jadi paham betul. Dan berkata :
“Iya ya Allah itu Maha Penyembuh, karena saat yang lain sudah angkat tangan tiba-tiba saja aku dibuat sembuh.”
“Iya ya, Allah itu Maha Mendengar. Karena aku hanya memiliki keinginan ini dalam hati dan tak ada satu pun yang mengetahuinya, tapi tiba-tiba dimudahkan hadir.”
“Iya ya, Allah itu Maha Memberi Rezeki. Karena kalau dihitung-hitung penghasilan tidak akan cukup untuk membiayai semua kebutuhan rumah tangga. Tapi selalu ada saja rezeki yang diluar hitungan kita.”
Dan seterusnya. Itu cara Allah memperkenalkan Diri-Nya. Dengan mematikan aliran sebab-akibat. Sehingga manusia bisa melihat Kekuasaan-Nya Yang Maha Agung.
Tapi untuk bisa diperkenalkan kepada Sang Rabbul ‘alamiin tidak bisa dengan hati yang lemah dan jiwa yang masih sangat lengket kepada dunia. Maka berbahagialah bagi mereka yang hidupnya mulai disempitkan, berarti Allah memandang jiwanya sudah cukup kuat. Karena sungguh inilah jalan penyembuhan jiwa yang paling mujarab. Sabar saja, sungguh tak akan lama. Seperti kata pepatah, “Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.”
Hingga ketergantungan hati kita seratus persen kepada-Nya. Mengutip petuah seorang ulama, "Orang beriman itu seharusnya punya uang satu trilyun pun akan merasa takut jika nanti malam tidak bisa makan." Karena demikian besar pengabdian kepada-Nya yang membuahkan rasa takut. Yakin kalau Allah tidak izinkan tak seujung rambut pun rencananya yang terlaksana. Walau ia memiliki seluruh dunia dan isinya.[]
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment