Sunday, March 15, 2020

Episentrum wabah secara misterius pindah ke daratan Eropa. Negara yang paling terkena pukulan telak saat ini adalah Italia. Rekor kematian baru tercatat disana dalam satu hari 250 nyawa melayang. Ada asumsi bahwa karena Italia negara yang memiliki komposisi penduduk dengan usia tua cukup tinggi, maka angka kematian pun melonjak tinggi karena sejauh ini kasus kematian yang diakibatkan oleh infeksi Covid-19 (varian dari Coronavirus yang saat ini banyak menelan korban jiwa) banyak menimpa orang tua yang berusia di atas 80 tahun. Namun perkembangan baru dari pemantauan di Brabant, sebuah kota di Belanda yang lebih dahulu melaporkan peningkatan kasus signifikan menunjukkan perubahan pola serangan virus. Diamati bahwa pasien yang terkena infeksi virus ini dan terbaring tak berdaya di ruang ICU ada juga orang yang relatif muda berusia antara 30 hingga 40 tahun, bahkan ada satu kasus anak usia 16 tahun yang sedang dalam perawatan intensif. Hari ini, Minggu 15 Maret 2020 sore, pemerintah Belanda mengeluarkan pernyataan resmi untuk menutup sekolah, restoran, cafĂ©, tempat olahraga, tempat penitipan anak dll selama tiga minggu lamanya. Sebuah pengumuman yang ditunggu oleh banyak orang sebenarnya sejak 48 jam sebelumnya ketika beberapa organisasi dan perusahaan mengeluarkan pengumuman agar orang bekerja dari rumah. Sejak hari itu pula orang secara panik menyerbu persediaan pokok di supermarket. Hal yang ditanggapi langsung oleh Minister President Mark Rutte sebagai perilaku asosial. Karena orang yang harus bekerja hingga sore atau malam misalkan akan datang ke supermarket dan menemukan rak-rak makanan dan kebutuhan sehari-hari yang penting seperti tisu wc kosong. Salah satu nasional pun keesokan harinya mengeluarkan headline menyindir perilaku ini, “Hamsteren is niet nodig” alias ngeborong itu ngga perlu. Pemerintah sudah mengkoordinasikan sebanyak sekitar 4000 cabang supermarket di Belanda untuk menjamin ketersediaan kebutuhan pokok. Dikatakan persediaan cadangan dilipatgandakan bahkan empat kali lipat dari biasanya. So, it begins. Selama tiga minggu kedepan saya, suami dan anak-anak akan banyak meluangkan waktu di rumah dan menghindari kontak dengan sebanyak mungkin orang. Paling sesekali pergi ke supermarket untuk belanja kebutuhan sehari-hari dan menjaga jarak 1,5 hingga 2 meter dengan orang lain. Kita tidak pernah tahu siapa yang sudah terinfeksi virus tersebut dan menjadi “carrier”. Menimbang kegentingan dari situasi yang ada, saya dan suami bahkan sepakat untuk membuat surat wasiat bagi anak-anak. Kalau-kalau worst case scenario terjadi dan kami atau salah satu diantara kami memang saatnya pindah dari alam dunia ini, maka anak-anak akan mendapatkan instruksi tertulis yang jelas yang akan kami berikan kepada wali mereka. Apakah langkah yang lebay? Sama sekali tidak. Tanda kematian di sekitar mulai mendekat, sesuatu yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sekadar menjalankan aturan Allah dalam QS Al Baqarah: 180, “Diwajibkan atasmu, apabila diantara kamu mendapatkan (tanda-tanda) kematian, jika ia meninggalkan harta yang banyak agar berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.” Semoga surat wasiat itu tidak sampai perlu diberikan kepada anak-anak. Tapi kalau yang terjadi adalah sesuatu hal yang tidak kita inginkan, setidaknya kita sudah melakukan langkah yang bertanggung jawab. Agar jangan ketika di yawmil hisab ketika kita mencoba protes dengan kematian yang dianggap datang mendadak dan dijawab oleh-Nya, “Don’t tell Me I didn’t warn you!”

No comments:

Post a Comment