Thursday, June 18, 2020

BAHAYA PIKIRAN LIAR

Kalau ditilik-tilik, hal yang membuat kita kesal, sakit hati bahkan menderita itu bukan situasi atau kejadiannya tapi pikiran kita sendiri yang menginterpretasikan sesuatu itu.

Kita perhatikan gambaran sederhana yang terjadi sehari-hari. Misalnya suatu saat saya titip mengambil sesuatu kepada suami kemudian dia lupa melakukannya. Pikiran yang liar akan membuat drama dengan berkata, “Tuh, kan dia ngga perhatian sama kebutuhan aku” Akibatnya kita membuang menambah dedak kekesalan di hati dan membuat hati semakin sempit. Akan tetapi pikiran yang tertata akan mencoba memahami, “Oh, mungkin dia sedang sibuk di kantor sehingga banyak yang ada di pikirannya sehingga lupa. Besok coba lagi saja.” Beres. Hati pun ringan.

Di saat lain kita coba telepon suami yang sedang di luar rumah, beberapa kali ditelepon tapi tidak diangkat. Pikiran yang liar akan meracuni hati dengan buruk sangka dan berkata, “Nah, lagi apa nih dia. Jangan-jangan…” Sambil hati ga karuan memikirkan “the worst case scenario”. Sementara jika kita memilih mengambil pikiran yang logis, dia akan berkata. “Oh mungkin dia sedang ada meeting.” Hati lepas dari fenomena itu dan kita bisa move-on melakukan kewajiban hidup masing-masing.

Dalam hal peribadatan pun keliaran pikiran bisa mengakibatkan tauhid kita tercederai. Misal saja doa kita tidak dikabulkan setelah sekian lama. Lalu pikiran liar datang menghembuskan kewaswasan dan berkata, “Ah, memang Allah tidak menjawab doaku. Bosan sudah aku meminta” Tidak hanya ia berprasangka buruk kepada Dzat Yang telah memberinya kehidupan, tapi juga ia sudah memutuskan sikap untuk berhenti meminta. He give up on God. Sementara Tuhan, tidak pernah give up on any creation. Rasulullah SAW bersabda, “Allah tidak akan bosan hingga orang tersebut bosan.” Jadi yang biasanya pertama memalingkan wajah dari –Nya adalah kita sendiri. Astaghfirullah…

Jadi, hati-hati dengan segenap manuver pikiran. Dia akan liar tanpa diawasi oleh akal jiwa dan nurani. Karena pikiran akan cenderung nyeblak tanpa kendali. Kendali itu adalah agama. Tanpa agama, akal pikiran akan tersesat dalam rimba belantara keliarannya. Seperti berpikir “Kalau Tuhan menciptakan semuanya, maka siapa yang menciptakan Tuhan?” Sekilas sepertinya pertanyaan yang filosofis. Tapi kalau kalimat itu dicerna oleh nurani, pastilah ia bahkan tak sudi untuk melontarkannya. Adab itu bisa mengekang pikiran. Sesuatu yang sebenarnya menjadi akar dan pondasi dari semua ilmu.

Itu sebabnya para mahasiswa dari jenjang S1 sampai S3 diajari filsafat ilmu. Filsafat itu dari Bahasa Yunani. “Philia” berarti cinta dan “sophia” artinya kebijaksanaan. Filsafat dengan demikian berarti cinta kebijaksanaan. Orang yang bijak pasti adabnya tinggi. Demikian pula orang yang paham filsafat ilmu yang sesungguhnya akan terpancar dari adabnya yang tinggi terhadap ilmu yang didalaminya, terhadap kehidupan dan juga terhadap sesama. Jenjang paling tinggi studi adalah jenjang Doktor, atau PhD (Philosophiae Doctor) artinya orang yang ahli kebijakan atau hikmah. Dengan kata lain mestinya makin tinggi pendidikan adabnya harus semakin baik. Karena pada hakikatnya pembentukan adab akhlak atau karakter yang baik adalah output utama dari sebuah pendidikan. “Knowledge is power but character is more.”

Dengan demikian ada kaitan antara kemampuan seseorang mengendalikan pikirannya dengan kebijaksanaan dan adab yang terpancar dari diri orang itu.  Hal itu bisa dimengerti karena pikiran akan membangkitkan cita-cita yang kemudian akan mewujud menjadi tingkah laku, kata-kata, raut wajah, penyikapan dan bahkan karakter – jika hal itu dilakukan berulang-ulang.

Tentu yang namanya orang hidup, pikirannya akan selalu aktif. Tapi kita bisa belajar menyaring pikiran mana yang hendak kita ambil. Dan upayakan selalu mengambil pikiran yang positif. Dia lebih membawa ketenangan, energi,  dan kebaikan. Serta jauhi pikiran atau prasangka buruk. Ia hanya membawa penyakit, kesempitan dan penderitaan yang tak perlu.

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan berburuk sangka, karena sebagian dari berburuk sangka itu dosa.” (QS Al Hujurat: 12)

Amsterdam, 18 Juni 2020
13:07

No comments:

Post a Comment