Kalau saya melihat obyek ini di malam hari dengan pencahayaan yang remang-remang pasti akan terperanjat takut karena mengira itu adalah seekor ular kobra yang siap menyerang. Untunglah saya melihatnya di siang hari yang cerah dengan matahari yang terang benderang. Kayu yang berbentuk mirip dengan ular itu tergeletak di pinggir jalan, dekat dengan jalur sepeda tempat saya sering lewat jika berbelanja.
Penglihatan itu mutlak memerlukan hadirnya cahaya. Mata yang sehat sekalipun tidak berkutik melihat sesuatu jika sekitar kita gelap total. Itu kerap kita alami jika terjadi pemadaman listrik di malam hari. Saat asyik beraktivitas di bawah sinar lampu tiba-tiba dunia menjadi gelap, mau bergerak saja harus berhati-hati karena takut menabrak sesuatu. Bahkan anak kecil bisa spontan menangis jika lampu tiba-tiba padam dan sekitarnya menjadi gelap.
Orang pada dasarnya takut pada kegelapan. Karena dalam gelap semua menjadi tidak jelas. Apakah ada jurang di depan, apakah ada benda tajam di lantai yang akan kita injak, apakah kepala saya akan terantuk kepada sebuah obyek, dsb.
Dalam dunia suluk, fungsi cahaya datang dari nur iman. Dia adalah cahaya dari luar yang Allah beri untuk menerangi hati dan sekitarnya. Dengan cahaya iman itu ia perlahan-lahan mulai bisa membaca kondisi sekitarnya. Bagaimana keadaan hatinya dan juga akan mampu membaca aspek lain dari sekadar fenomena lahiriyah kehidupan yang terjadi kepada dirinya.
Tanpa cahaya, ia hanya akan meraba-raba dalam kehidupan. Akan cenderung kagetan karena mengira obyek kayu tadi sebagai ular. Akan salah mengambil sesuatu yang dikira batu padahal kotoran binatang. Akan terantuk sesuatu yang dikira pintu terbuka padahal pintu kaca. Semata-mata karena elemen penglihatan hatinya belum Allah hidupkan. Mereka itulah yang di akhirat nanti melayangkan protes kepada Allah, “Kenapa saya dihimpunkan dalam keadaan buta padahal waktu di bumi dulu kami melihat?” (QS Thahaa : 124).
No comments:
Post a Comment