Ada sebuah perilaku yang aneh, tak konsisten.
Di satu sisi yakin banget katanya Allah itu Maha Kuasa. Kalau ditanya siapa yang mencipta alam semesta? Allah!
Siapa yang menciptakan manusia dan segenap takdirnya? Allah!
Siapa yang kuasa menyembuhkan dan melapangkan rezeki? Allah!
Kalau pas di atas sajadah atau sekitaran Ka'bah sepertinya khusyu banget beribadah, sambil berderai-berai air mata.
Tapi, pas dihadapkan dengan minyak goreng langka.
Ketika harus menelan pil pahit bahwa pasangan memiliki idaman lain.
Ketika proyek yang dinanti-nanti keuntungannya itu ditipu orang.
Langsung fokus kita lempar batu, memaki pemerintah, melabrak orang lain atau sibuk membalas dendam pada orang yang kita anggap menyakiti kita itu.
Allah dimana?
Apakah Allah hanya hadir di sepetak sajadah dan sekitaran Ka'bah?
Bukankah di balik itu semua ada kehendak Allah?
Logikanya coba dijalankan lagi.
Allah Yang Maha Kuasa menciptakan benda-benda langit dan segenap alam raya, masa tidak punya kendali atas sekadar harga minyak dan kebutuhan sehari-hari?
Allah Yang Maha membolak-balikkan hati masa tidak berdaya saat pasangan melirik orang lain?
Allah Yang Tak pernah tertidur masa kecolongan hingga bisnis kita ditipu orang?
Ngga mungkin kan?
Tapi toh semua itu terjadi. Berarti Dia izinkan.
Maka semestinya respon pertama sebelum menuntut keadilan, memperkarakan atau mengikhtiarkan segala sesuatu, coba ngadep dulu sama Yang Maha Kuasa yang mengizinkan semua itu terjadi.
Istighfar, barangkali ini sebuah qishash atau hukuman atas kelalaian, dosa atau kezaliman kita yang sadar atau tidak sadar dilakukan.
Dengannya, setiap kejadian yang menimpa kita akan menjadi tambahan pengetahuan dan ma'rifat kita kepada-Nya. Agar tak sekadar mentok dengan fenomena yang ada tapi tak belajar mutiara hikmah yang terpendam di dalamnya. Rugi.
No comments:
Post a Comment