Wednesday, March 16, 2022

 Saya jadi saksi mata ketika ada orang tua yang tegas mengatakan kepada anaknya,


"Pokoknya nanti kamu harus jadi A (menyebut sebuah profesi)
Pokoknya kamu nanti kuliah di Anu (menyebut salah satu perguruan tinggi ternama di dunia)
Pokoknya umur 26 tahun kamu udah nikah ya!"

Saya melihat tatapan nanar di mata anaknya yang merasa dibebani oleh pekerjaan yang bukan merupakan impiannya, pilihan bidang ilmu yang bukan dia senangi dan terbebani oleh deadline harus menemukan jodoh di usia tertentu.

Kita sebagai orang tua memang suka keblinger. Merasa anak adalah propertinya pribadi, padahal dirinya pun bukan miliknya sendiri. Semua adalah pinjaman. Semua adalah amanah.

Bu, Pak, yang paling tahu pekerjaan terbaik, tempat sekolah terbaik dan jodoh terbaik serta waktunya kapan itu ya Gusti Allah toh. Dan rasanya Allah bukan Dzat yang suka memaksa dengan deadline-deadline-an. Bukankah kita harus belajar bertasbih. Mengalir dengan takdir dan segala ketetapan-Nya? Jadi, bagaimana kalau alih-alih memaksakan dan mendikte anak harus begini dan begitu, kita sama-sama saja sujud dan berdoa serta meminta bimbingan serta berikhtiar bersama mencari jalan hidup yang terbaik yang sesuai dengan fitrah sang anak.

Ingat kisah Fir'aun dalam Al Quran, bagaimana kekejamannya membunuh bayi-bayi laki-laki? Tentu sebuah kebengisan yang tak terkira. Tapi orang tua kadang tidak sadar bahwa ia bisa "membunuh" potensi jiwa anak secara pelan-pelan dengan memaksa dia menjadi seseorang yang bukan dirinya. Na'udzubillahimindzaalik...

No comments:

Post a Comment