Saturday, March 12, 2022

 Kalau saya bepergian dan menginap di suatu tempat, yang saya butuhkan tidak banyak. Biasaya kombinasi tiga macam tas ini yang menemani. Tas kecil untuk menyimpan dompet , handphone dan minyak today angin roll-on - yup, I'm that old😉. Lalu tas punggung tempat menyimpan laptop agar saya bisa menulis dimanapun. Dan tas bagasi beroda yang bisa saya tarik dengan mudah berisi pakaian, perlengkapan shalat dll. 


Hidup itu ngga macam-macam kok kalau kitanya juga ngga neko-neko. Tak perlu memaksakan diri ingin punya ini-itu. Agar ringan dalam berjalan.


Misalkan, buat saya tak perlu punya rumah dalam arti status kepemilikian. Walaupun pernah beli rumah di Purwakarta, tapi dijual lagi. Ribet ngurusnya. Juga kalaupun nama saya ada bersama suami sebagai pemilik di akta jual beli rumah yang kami tinggali di Amsterdam, tapi saya tak pernah merasakan memiliki rumah itu. Biar itu buat anak-anak saja. Saya ingin bebas, tak terikat di suatu tempat. Makanya saya tolak mentah-mentah ide suami untuk membeli rumah kedua yang orang Belanda biasa pakai untuk liburan, mereka menyebutnya "vakantiehuis". Bukan apa-apa, pertama repot harus mengurus rumah dengan segala permasalahannya and most of all, jadinya setiap liburan jadi 'terpaksa' menengok rumah itu karena kadung sudah dibeli. Sedangkan saya tipe orang yang selalu ingin mencoba tempat baru.


Ide rumah buat saya buka  terletak di kepemilikan. Sekadar aspek praktis saja, ada tempat nyaman untuk melepas lelah, membersihkan diri, shalat, belajar dan melalukan aktivitas bersama keluarga atau teman. 


Oleh karena itu saya sangat tidaj menilai kesuksesan seseorang dari parameter punya rumah berapa dan sebagus apa rumahnya. Bagaimana mungkin, lha wong dua figur Mursyid yang saya hormati pun takdirnya tak punya rumah, tapi jangan toh mereka menikmati rumah yang Allah berikan lewat hamba-hambaNya, bagus pula rumahnya. Jadi menikmati itu tak perlu memiliki. Saya juga tahu ada yang rumah dan apartemen mewahnya berendeng tapi dia sendiri tinggal di rumah yang kecil dan tak menikmati itu semua. Dan jangan lupa, kalau kita lihat manusia agung seperti Rasulullah saw bagaimana bersahaja rumahnya. 


Malu rasanya kalau saya dengan kualitas indah dan amal shalih yang pas-pasan begini masih memusingkan tentang punya rumah yang nyaman apalagi mewah. Duh, saya ngga sanggup memandang wajah sang Rasulullah apalagi berhadapan dengan-Nya nanti.


Don't get me wrong, bukan ngga boleh punya rumah nyaman kalau memang rezekinya ada. Yang penting tidak usah dipaksa-paksakan untuk sekadar mengejar prestige di mata orang. Dan itu masalah pertanggungjawaban masing-masing orang saja dengan Dia Yang meminjamkan semua rezeki yang ada. Udah dulu ya, keretanya datang😊


No comments:

Post a Comment