Kerap kali kita mendengar orang menyematkan label ‘orang musyrik’ kepada mereka yang meminta petunjuk kepada dukun, percaya kepada ramalan bintang, atau menyimpan jimat-jimat tertentu. Sedemikian rupa, sehingga ketika Al Quran berkali-kali menyebutkan tentang orang-orang musyrik, kita sering merasa tidak tersentuh oleh ayat itu, merasa bahwa ayat itu bukan bicara tentang diri kita. Benarkah demikian?
Di dalam Al Quran surat Ar Ruum dikatakan bahwa kemusyrikan adalah sebab seorang manusia belum menemukan fitrah dirinya, artinya orang itu belum menyelami misi hidupnya. Dengan kata lain menyingkirkan hijab kemusyrikan adalah syarat mutlak terbukanya fitrah diri setiap insan. Kalau begitu, siapapun yang belum menemukan kodrat dirinya maka sebetulnya masih ada komponen kemusyrikan yang menyelinap di hatinya.
Oleh karena itu mari kita lihat apa definisi musyrik itu dalam Al Quran. Disebutkan orang musyrik ‘yaitu orang-orang yang memecah belah agama menjadi beberapa golongan. Dan tiap-tiap golongan merasa bangga dengannya”
Lalu apa maksud memecah belah agama (ad diin) itu ?
Mari kita ingat kembali definisi agama (ad diin) yang diajarkan oleh Jibril as kepada Rasulullah saw dan para sahabat. Singkatnya, agama itu dibangun atas tiga pilar yang tidak terpisahkan yaitu pilar Al Islam, pilar Al Iman dan pilar Al Ihsan. Ketiga pilar inilah yang tidak boleh dipecah-pecah.
Seseorang harus beragama secara utuh dengan menggabungkan ilmu tentang syariat, tauhid dan keihsanan. Dengan demikian, tidak cukup dikatakan menegakkan agama bila telah merasa shalat, puasa, zakat, naik haji, tapi masih melakukan korupsi, hatinya penuh dengan dengki, lisannya banyak menyakiti. Orang muslim yang benar tidak akan merasa bangga diri dan golongannya yang paling benar sementara yang lain salah.
Demikianlah kita bisa introspeksi mengenai keadaan jiwa kita masing-masing. Manakala kegelisahan, kecemasan, ketakutan akan hari esok, ketidakcocokan dalam pekerjaan dan segala hal yang tidak mengenakkan di hati masih bersemayam dalam diri kita, waspadailah bahwa kita mungkin memang masih belum berjalan dalam fitrah diri kita dikarenakan hijab-hijab kecil kemusyrikan yang menyelinap di dalam hati. Ini yang harus kita mintakan ampun dalam doa-doa khusyu kita kepada Allah Ta’ala. Kiranya Sang Maha Pengampun berkenan membersihkan hati kita dari benih-benih kemusyrikan. Aamiin.
(Referensi: Materi Serambi Suluk, 2008. Zamzam AJT)
No comments:
Post a Comment