Saturday, September 8, 2012

Tentang Alam Rahim

Semua jiwa-jiwa sebelum dikirimkan ke rahim ibu dipanggil menghadap Allah dan diambil kesaksian dari jiwa mereka, perhatikan di sini yang bersaksi bukan ruh, jasad atau pun akal pikiran. Peristiwa ini berlangsung di alam persaksian.

Allah Ta’ala berkata: Alastu bi Rabbikum? Bukankah aku Rabbmu Semua jiwa mengatakan “betul, kami bersaksi” Kami lakukan yang demikian itu agar di hari kiamat nanti tidak mengatakan sesungguhnya kami Bani Adam adalah orang2 yang lalai. Berkata “Kami tidak pernah tahu ttg persaksian ini” (Al Quran [7]: 172)

Saat jiwa bersaksi, jiwa kita dalam kondisi mengenal Rabbnya. Begitu dimasukkan ke rahim ibu, dan lahir, kemudian menjadi tidak mengenal Allah. Yang tidak paham adalah akal raganya, tapi jiwa yang di dalam mengenal. Tapi, semakin seseorang bertambah usia, sang jiwa menjadi semakin terpuruk di dalam raga. Menjadi lemah oleh pengaruh buruk lingkungannya.Si jiwa menjadi tidak hidup dan sang entitas yang sempat mengenal Allah tadi menjadi tenggelam dalam dunia raga kita termasuk di dalamnya ada ego, hawa nafsu dan syahwat.

Salah satu tanda kita tidak lagi mengenal Allah yakni tidak yakin Allah akan menolong, ragu bahwa Allah yang akan memberi rezeki. Padahal ketika dalam kandungan kita diberi makan lewat plasenta, setiap bayi ada kantung kuningnya, itu adalah makanannya. Bayangkan sejak dalam kandungan bayi itu sudah ada makanannya. Saat dilahirkan ada air susu ibu, semua itu ada rezekinya. Jadi manusia ada rezekinya yang mendampingi sebagai bekal hingga ia meninggal pada saatnya. Begitu besar juga sebenarnya masih ada kantung rezekinya cuma tidak kelihatan, tidak sekonkret plasenta seperti waktu bayi namun harus diupayakan. Tapi semua Allah jamin, karena dunia ini diciptakan bukan untuk mencari makan, tapi utk mengenal Allah, mengabdi pada Allah Ta’ala. Artinya apa? Urusan rezeki kita itu Allah yang jamin! Tidak Kuciptakan jin dan manusia kecuali utk mengabdi kepada-Ku. Sehingga kalau di dunia kita hanya sibuk cari ‘makan’ sampai mati dan lupa pada tugas untuk menemukan jalan keutamaan, maka rugi sekali.

Kenapa jiwa dilahirkan di alam bumi? Tentu ada yang dicari di alam dunia. Oleh karena itu harus berpengetahuan, harus belajar. Seperti halnya kita punya anak, kalau ia lahir lalu dibiarkan tidak sekolah, maka tidak akan pandai. Jiwa pun sama harus mengenal semua alam yang Dia buat. Memang jiwa awalnya mengenal Allah, dibekali dahulu tauhidnya, lalu disuruh dicari pengejawantahannya di seluruh alam-alam yang akan dilaluinya.

Perjalanan setelah dari alam persaksian adalah di alam rahim. DI situ jiwa mulai dimasukkan ke dalam raga, dibekali dengan empat hal yang menjadi skenario dasar yang harus dia lakoni di alam berikutnya, yaitu alam dunia. Berbekal dengan semua itu, seyogyanya manusia mencari kesejatian dirinya, menemukan sebanyak mungkin al haq, mengenali kebenaran dalam kurun waktu yang singkat ini.

”Sesungguhnya setiap orang di antara kalian, penciptaannya dikumpulkan dalam rahim ibunya, selama 40 hari berupa sperma (nuthfah), kemudian menjadi segumpal darah (’alaqah) selama 40 hari juga, kemudian menjadi segumpal daging (mudhghah) selama 40 hari juga. Lalu diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya. Dia diperintahkan menuliskan empat kata: Rezekinya, ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya.
Demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, salah seorang di antara kalian mengerjakan amalan ahli surga, sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja. Ternyata ia didahului oleh ketetapan Allah untuk tidak masuk surga. Kemudian dia melakukan perbuatan ahli neraka, sehingga ia pun masuk neraka.
Ada pula salah seorang di antara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka, sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja. Ternyata dia didahului oleh ketetapan Allah untuk tidak masuk neraka. Kemudian dia melakukan perbuatan ahli surga sehingga dia pun masuk surga.” (HR Bukhari dan Muslim)

(Referensi : Materi Serambi Suluk, Zamzam AJT, Jakarta 2008)

No comments:

Post a Comment