Wednesday, September 12, 2012

Mengenal Pohon Pribadi

Dalam diri setiap insan ada benih yang Allah tanam yang harus tumbuh. Benih itu ditanam di tanah raga dan bumi yang kondisinya tertentu supaya bisa tumbuh dengan optimal. Setiap benih menyimpan potensi menjadi sebuah pohon, potensi pohon ini yang disebut dengan fitrah pohon.

Sama halnya laki-laki dan perempuan. Laki-laki punya benih berupa sperma dan perempuan mengeluarkan sel telur (ovum). Sperma dalam bahasa Al Quran, yang matang dan ditanam disebut sebagai nutfah. Jadi istilah nutfah sama dengan benih pohon. Sedangkan ovum berfungsi sebagai lahan. Di dalam sperma ada potensi insan (fitrah). Maka dalam Al Quran ada kalimat “perempuan-perempuanmu adalah lahan bagimu”.

Sebagaimana benih yang tumbuh memerlukan perawatan supaya ia tumbuh dengan baik dijaga dari hal yang dapat menghalangi pertumbuhan atau racun yang dapat membunuh benih tersebut. Sama halnya ibu yang mengandung juga harus dijaga sedemikian rupa. Demikian juga pertumbuhan di tingkat jiwa juga sensitif, sehingga kita tidak bisa membuka fitrah diri seenaknya tanpa disiplin. Jiwa harus dihindarkan dari penyakit mengeluh, jangan merendahkan orang lain, bangga diri, prasangka buruk dsb, karena semua penyakit hati itu akan membuat benih mati.

Selain itu benih hanya bisa tumbuh baik dalam kondisi yang tepat, misal benih kurma yang biasa tumbuh di daerah gurun tidak akan bisa tumbuh baik di puncak gunung. Demikian pula dalam pernikahan, perlu kecocokan antara sperma dan sel telurnya. Dan yang lebih penting lagi adalah perlu kecocokan di tingkat jiwa pasangan itu, sehingga benih masing-masing pribadi dan keturunan yang dihasilkannya bisa tumbuh dengan baik.

Dalam Al Quran [30]: 30 Allah berbicara tentang fitrah yang harus ditemukan oleh setiap manusia: “ Hadapkanlah wajahmu dengan hanif (lurus) ke dalam ad diin (agama) Allah. Fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah tsb, tidak ada perubahan dalam ciptaan Allah. Itulah agama yang teguh (diinul qayyim). Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”

Fitrah Allah itu berkaitan dengan diin, agama dalam arti yang luas. Karena mengenal fitrah itu juga berarti mengenal potensi benih yang Allah tanamkan dalam tiap insan, maka persoalan mengenal diri adalah sesuatu yang penting supaya seseorang kokoh dalam beragama.

Namun dalam ayat tersebut diindikasikan bahwa kebanyakan manusia tidak mengetahui persoalan fitrah ini. Bahwa ada fitrah yang tidak akan berubah dalam diri setiap manusia, apabila dalam benih itu fitrahnya benih cemara ya tentu akan menjadi pohon cemara, tidak akan mungkin berubah menjadi pohon pisang.

Jika fitrah itu tumbuh dan dikenali, seorang mukmin itu akan mencapai tingkatan beragama yang teguh (diinul qayyiim). Itu yang disebut bahwa setiap orang punya misi hidup, sebuah tugas yang disimpan dalam fitrah, kita harus menemukan fitrah itu.

Menemukan fitrah diri bukan sesuatu yang dapat dikira-kira atau sesimpel dilakukan psikotest untuk mengetahuinya. Jalannya adalah dengan menempuh proses bersuluk. Karena suluk adalah suatu proses agar kita kembali ke fitrah diri itu. Dimana lahan diri kita dibajak lagi, awan waham, prasangka kita dihapus, supaya tumbuhlah benihnya. Jika ia tumbuh jadi pohon, orang itu akan mengenal tugas dirinya. Maka orang itu disebut orang yang “mengenal dirinya”. Mengenal jiwa artinya mengenal fitrahnya.

Sebagaimana cangkir dibuat untuk air bukan untuk jelaga, maka dibalik semua ciptaan ada fungsi yang terkait. Seseorang baru tahu fungsinya bila sang pohon dirinya telah tumbuh. Sebelum itu terjadi baru tebak-tebakan, dan belum mengenal dirinya. Status orang yang telah tumbuh pohon dirinya adalah yang baru mengenal Rabbnya, “man arafa nafsahu faqad arafa Rabbahu”

Semoga Allah memudahkan kita menemukan kembali fitrah diri. Aamiin.

(Referensi: Materi Serambi Suluk, 2008. Zamzam AJT)

No comments:

Post a Comment