Sunday, July 2, 2017

Bahkan Nabi Pun Tetap Harus Sholat

Kebenaran yang kita pahami itu bertingkat-tingkat sesuai dengan perkembangan akal dalam jiwa. Seperti halnya ilmu matematika yang dipelajari oleh anak SD akan berbeda dengan anak SMA apalagi mahasiswa S3. Maka bersuluk itu artinya berjalan, jangan berpuas diri di satu titik, jangan terlalu memegang erat satu pemahaman yang kita yakini per saat ini.

Seperti halnya Nabi Ibrahim as. dalam pencarian akan kebenaran melihat bintang, rembulan dan matahari. Itu sesungguhnya bukan proses semalam, ada sebuah representasi kebenaran yang diungkapkan dalam wujud bintang-bintang, jadi bukan kejadian semalam, bisa jadi tahapan bintang-bintang membutuhkan beberapa tahun, sebuah tahapan yang melihat kebenaran bagaikan bintang berkelap-kelip. Seperti halnya seseorang yang menemukan hikmah dimana-mana, dari ceramah ustadz ini dan itu, dari buku, koran dimana-mana berkilau bagai bintang. Adapun pada fase rembulan, bagaikan muncul cahaya rembulan yang menyatukan semua cahaya itu, mulai melihat keterhubungan antara yang satu dengan yang lain. Apalagi ketika muncul matahari, fase orang yang sudah memiliki ruhul qudus, maka semua tersapu, bahkan cahaya dari bintang-bintang dan rembulan tenggelam disapu cahaya matahari. Tapi sekali lagi itu semua hanya tahapan pengetahuan, adapun kebenaran sejati ada di balik semua yang mampu terbahasakan.

Oleh karena itu syariat itu penting, di level kanjeng nabi yang tertinggi pun masih harus sholat, tanda bahwa semua adalah hamba Allah yang membutuhkan-Nya, butuh dibimbing karena perjalanan tidak berakhir, bahkan di level nabi sekalipun.

(Adaptasi dari diskusi suluk yang dibimbing oleh Kang Zamzam AJT, Mursyid Penerus Thariqah Kadisiyah, 13 Februari 2016)



No comments:

Post a Comment