Saturday, August 3, 2019

Berkomunikasi itu hal yang tidak mudah. Apalagi jika komunikasi antar dua orang dengan bahasa yang berbeda. Saya sudah merasakan berkomunikasi dengan orang Korea, orang Jepang, orang Tiongkok, orang Ethiopia, orang Belgia dan orang Perancis yang kurang fasih berbahasa Inggris dan memang repot, tak jarang harus memakai bahasa isyarat untuk bisa menyampaikan pesan yang kita maksudkan.

Kemampuan akal yang baik diperlukan agar dapat berkomunikasi dengan baik, tidak hanya lintas bahasa tapi juga pada tahap berikutnya menangkap hal-hal yang halus tak terucapkan. Untuk yang terakhir ini kapasitas akal batin yang perlu ditingkatkan.

I can’t help but to think. Kalau komunikasi antara sesama manusia saja sudah diperlukan kemampuan, latihan dan akal yang baik. Bagaimana kiranya kita bisa memahami bahasa dan isyarat dari Sang Maha Pencipta? Padahal setiap hari doa yang kita panjatkan setidaknya 17 kali dalam sehari dalam shalat itu “ihdina shiraathal mustaqiim”, memohon agar ditunjukkan ke jalan kehidupan kita masing-masing yang Allah ridhoi. Kemudian ketika Dia berkata-kata pasti akan menyesuaikan dengan kapasitas akal sang hamba. Seperti halnya tidak mungkin memberi instruksi yang sama pada seorang anak usia 4 tahun dan orang yang sudah dewasa dan sehat akalnya.

Dan sungguh Dia selalu merespon setiap doa kita yang kadang abal-abal itu, itu akhlak-Nya yang Maha Mulia. Dengan berbagai cara, dengan berbagai simbol, dengan berbagai derajat komunikasi. Hanya memang selama kemampuan akal kita tidak meningkat maka akan selalu terjadi “missed-communication” dengan-Nya. Dia bilang ke kiri, kita malah ke kanan. Dia bilang tunggu dulu, kita malah tancap gas. Dia bilang istirahat dulu, kita malah ingin kelayapan sana-sini. Repot. Akhirnya kita yang kelimpungan memahami semua fenomena kehidupan, apa makna musibah, apa hikmah di balik kebingungan dan rasa nelangsa ini?

Sebagaimana pepatah mengatakan “when in Rome do what the Romans do”. Mirip dengan pepatah, “Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung”. Kita harus sadar diri sebagai “tamu” dalam kehidupan ini dimana semua yang kita miliki adalah pinjaman dari Sang Maha Pencipta. Maka berusahalah untuk memahami apa karsa Dia yang meminjamkan semua ini, karena ada maksud kita dicipta dengan bentuk, potensi, kegemaran dan bakat yang berbeda-beda. Apa maksudnya? Agar kita tidak tenggelam dalam samudera dunia, agar kita tidak terlalaikan dalam penggal usia dunia yang sangat singkat ini, agar wajah hati kita cerah menjalani setiap episode kehidupan yang bervariasi. Itulah salah satu mengapa kita bertanya “ihdina shiraathal mustaqiim” agar hidup jadi lebih dimaknai. Wallahu’alam

No comments:

Post a Comment